Tak bisa dipungkiri, hidup dan tinggal di lingkungan hutan berarti hidup di area yang penuh dengan berbagai potensi baik potensi yang positif seperti sumber daya alam yang bisa digunakan untuk kepentingan hidup maupun potensi konflik yang akan timbul dari bias batas antar wilayah.
“Dulu tidak ada yang tau mana hutan negara yang kami tau ini adalah hutan adat, hutan Tae. Siapapun yang merusak hutan maka dikenakan hukum adat,” tegas Anuk, tetua adat Desa Tae.
Desa Tae, Kecamatan Balai Batang Tarang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat adalah salah satu desa yang sebagian besar wilayahnya beririsan dengan kawasan hutan lindung. Menyadari potensi yang ada disekitar mereka, masyarakat Desa Tae bersama Perkumpulan Pancur Kasih mengadakan pemetaan pastisipatif untuk mengetahui batas-batas wilayah mereka.
“Sebelum ada pemetaan kami hanya mengira-ngira saja luas desa, tanah hutan dan sawah. Ketika kami melakukan pemetaan administratif kami telah mendapatkan jawaban itu. Artinya kami telah memiliki tapal batas yang ada di sekeliling Desa Tae” ungkap Napis, Ketua Pemetaan Partisipatif Desa Tae.
Fungsi pemetaan adalah untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh suatu daerah termasuk potensi-potensi timbulnya konflik dari sengketa lahan yang akan timbul dari ketidakpastian lahan antar kampung maupun antar desa.
Luas keseluruhan Desa Tae mencapai 2538,55 Ha namun sebagian besar diantaranya bersinggungan dengan kawasan hutan. Luas kawasan Desa Tae yang beririsan dengan hutan produksi mencapai 1434,87 ha sedangkan yang bersinggungan hutan lindung seluas 683,76 ha menyisakan 419,97 ha atau hanya sekitar 16,54 luas desa yang secara leluasa bisa digunakan oleh masyarakat.
Desa Tae terdiri dari 8 kampung yang secara administratif tergabung dalam 4 dusun yaitu ; Dusun Mak Ijing yang menaungi Kampung Bangkan dan Kampung Mak Ijing, Dusun Padang yang terdiri dari Kampung Padang dan Peragong, Dusun Tae yang merupakan gabungan dari Kampung Tae, Teradak dan Ma Et serta Dusun Semangkar yang hanya terdiri dari satu kampung yaitu kampung Semangkar.
Pemetaan partisipatif yang digagas oleh Perkumpulan Pancur Kasih merupakan salah satu upaya melibatkan masyarakat mengenal potensi kawasan tempat tinggalnya. Pada awalnya pemetaan partisipatif hanya dilakukan di kampung Bangkan saja, namun setelah merasakan manfaatnya, warga kampung lain pun sepakat untuk melakukan hal yang sama dengan bimbingan dari Perkumpulan Pancur Kasih.
“Kami tidak akan pelakukan pemetaan jika tidak ada permintaan dari desa” ungkap Matheus Pilin, Direktur Perkumpulan Pancur kasih yang memfasiitasi warga melakukan pemetaan partisifatif.
Selain pemetaan partisipatif, Perkumpulan Pancur Kasih bersama Institut Dayakologi juga mendampingi masyarakat Desa Tae untuk kembali menghidupkan adat Dayak yang rentan pudar dimakan zaman serta mengajukan Desa Tae sebagai Desa Adat yang diakui pemerintah.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR