Pening, sakit kepala, mual dan muntah adalah gejala-gejala yang diderita anak-anak Indonesia setelah bekerja selama berjam-jam di berbagai pertanian tembakau yang luas di Indonesia. (Baca : HRW Ungkap Kekerasan Terhadap Penderita Sakit Jiwa di Indonesia)
Dalam sebuah laporan baru yang dirilis Rabu, berjudul "The Harvest is in My Blood: Hazardous Child Labor in Tobacco Farming in Indonesia", organisasi Human Rights Watch (HRW) mewawancarai ratusan pekerja anak, berusia antara 8 hingga 17 tahun, yang bekerja di sejumlah pertanian tembakau.
Meskipun UU Indonesia melarang anak-anak di bawah usia 18 tahun bekerja di lingkungan berbahaya, termasuk tembakau, menurut HRW, ada banyak anak yang bekerja di pertanian tembakau yang jumlahnya kini mencapai sekitar 500 ribu dan tersebar di berbagai penjuru Indonesia.
Laporan itu mengungkapkan anak-anak yang mengolah tembakau mentah dengan tangan telanjang menghadapi resiko keracunan nikotin akut yang biasa disebut penyakit tembakau hijau, yang diakibatkan penyerapan langsung nikotin melalui kulit.
Anak-anak itu itu juga menghadapi resiko terpapar pestisida, yang menurut HRW, bisa mengakibatkan berbagai masalah kesehatan kronis dalam jangka panjang, seperti gangguan pernafasan, kanker, depresi, dan kerusakan saraf.
(Baca pula : Upaya Pengendalian Tembakau Terus Berjalan Namun Sulit Dicapai)
Banyak tembakau Indonesia dibeli melalui pasar terbuka oleh perusahaan-perusahaan rokok raksasa berskala multinasional, termasuk Philip Morris International yang berbasis di AS. HRW mengatakan, mereka tidak menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan itu mengambil langkah-langkah untuk mencegah pekerja anak dalam jaringan suplai mereka.
Seorang juru bicara Philip Morris mengatakan, perusahaan itu sekarang membeli sebagai besar tembakau melalui kontrak langsung dengan para petani Indonesia, yang memungkinkan mereka secara langsung mengatasi masalah pekerja anak.
Selain menghadapi kasus pekerja anak di pertanian tembakau, Indonesia juga mengalami peningkatan jumlah anak-anak yang merokok. Hampir empat juta anak berusia 10 dan 14 tahun menjadi perokok setiap tahunnya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR