Manfaat teh telah dikenal luas, mulai membantu membakar lemak, sumber antioksidan, hingga meredakan stres. Kini, teh bakal punya manfaat baru: membantu manusia hidup di Mars.
Bagaimana bisa?
Salah satu jenis teh yang dikenal luas di dunia adalah kombucha. Teh tersebut dihasilkan lewat proses fermentasi denganKomagataeibacter rhaeticus.
Bakteri dalam kombucha itu dapat menghasilkan beragam jenis selulosa yang kini telah digunakan secara luas, mulai untuk kosmetik, pengganti kulit, hingga pangan seperti nata de coco.
Tim peneliti dari Imperial College London kini membuat sebuah perangkat DNA maju.
"Yang membuat pendekatan ini menjanjikan, kami telah menunjukkan bahwa produksi selulosa bisa dikontrol secara genetik, kita bisa memproduksi material dengan berbagai bentuk, pola, dan ukuran," kata Michael Florea, pimpinan tim riset.
"Kita juga bisa menjalinkannya dengan protein atau biomolekul yang lain, sesuatu yang tak mungkin terjadi sebelumnya," jelas Florea seperti dikutip Irish Mirror, Senin (30/5/2016).
Aplikasi dari perangkat DNA yang dikembangkan bisa beragam.
Selulosa yang dihasilkan dengan pendekatan rekayasa genetik bisa ditautkan dengan protein yang mampu mengikat kontaminan. Selanjutnya, selulosa itu bisa digunakan sebagai pemurni air.
Selulosa juga bisa digabungkan dengan senyawa kimia yang berperan sebagai sensor. Dengan demikian, selulosa bisa dipakai sebagai pendeteksi zat racun, warnanya akan berubah untuk memberikan peringatan.
Lantas bagaimana akan membantu manusia hidup di Mars?
Ketika mulai mengolonisasi Mars, manusia akan membutuhkan banyak sumber daya material untuk berbagai kebutuhan. Pendekatan yang dikembangkan florea dan tim menawarkan alternatif memperoleh sumber daya.
Alih-alih mendatangkan sumber material dari Bumi yang mahal, penghuni awal Mars bisa membuat material berbasis selulosa dengan bantuan bakteri di kombucha itu. Lebih murah dan mudah.
Kini, Florea dan tim berencana bekerjasama dengan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR