Dalam suasana nan sendu, seorang tentara bercelana merah jambu bertuliskan "I Love NY" melihat jendela bidik senjatanya, sementara dua rekan di sebelahnya dengan peralatan perang lengkap mengawasi sekeliling pegunungan di Afganistan. Dalam suasana perang, Guttenfelder masih bisa menangkap foto yang jenaka. Foto ini tampil sebagai foto utama di The New York Times dan menerima penghargaan dari World Press Photo 2009 untuk kategori People in the News.
Guttenfelder telah menghabiskan hidupnya selama 20 tahun sebagai staf fotografer di Associated Press (AP) di Nairobi, Abidjan, New Delhi, dan Tokyo. Pekerjaannya sebagai fotojurnalis telah membawanya berkeliling ke lebih dari 75 negara di dunia. Tahun 2011, Guttenfelder mengambil sumbangsih untuk membuka kantor AP di Korea Utara, menjadi kantor berita asing pertama yang membuka kantor disana.
Pada tahun 2014, setelah pengembaraannya ke berbagai belahan bumi akhirnya Guttenfelder pulang ke Amerika. Menggunakan telepon genggam, Guttenfelder menjelajah hal-hal kecil, sudut-sudut yang tak biasa dari Amerika. Guttenfelder telah memotret dengan telepon genggam sejak tahun 2010 dan berlanjut hingga saat ini. Di tahun 2014 juga, Majalah TIME memberikan penghargaan padanya sebagai Instagram Photographer of the Year.
Dengan telepon genggam, Guttenfelder mengangkat cerita-cerita ringan, unik, dan juga menyentuh tapi dengan suasana yang santai dan foto yang "renyah". Tentu ini bisa membebaskan Guttenfelder kala Ia menggunakan kamera profesional (DSLR) untuk penugasan.
"Semua orang berpikir bahwa fotojurnalistik membutuhkan akses untuk masuk ke \'dunia lain\', padahal yang harus kita lakukan hanyalah mengabadikan keseharian yang ada disekitar kita. Hal-hal ini tentunya layak untuk diceritakan dan diabadikan. Bila kita lihat lagi lebih dekat, manusia adalah salah satu unsur paling menarik di planet yang liar ini," tulisnya.
Hingga saat ini, Guttenfelder terus memotret menggunakan DSLR dan telepon genggam. Kisah terbarunya terkait Amerika dimuat di majalah National Geographic.
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Penulis | : | |
Editor | : | Prana Prayudha |
KOMENTAR