Nationalgeographic.co.id - Di dalam Nagarakertagama, terdapat desa yang berdiri tak jauh di luar ibukota Majapahit, Trowulan, dengan rumah penduduknya yang memiliki pagar tinggi. Kondisi itu juga sesuai dalam catatan Bujangga Manik, seorang pendeta dan pelancong yang mengunjungi ibukota Majapahit pada akhir abad ke-15.
Bukti pedesaan di luar ibukota Majapahit berada di daerah Grogol, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto, Jawa Timur. Sisa-sisa peninggalan ini hanya berisi sisa-sisa rumah, beserta barang-barang berharga, sehingga menjadikannya situs yang diteliti sejak 2017 oleh arkeolog.
Antara pedesaan Grogol dan ibukota Majapahit, lokasinya terpisahkan oleh sawah yang sangat luas, menurut para arkeolog.
Desa atau wanua seperti Grogol berfungsi untuk menopang pasokan pangan untuk pusat pemerintahan, memenuhi kebutuhan tenaga kerja, serta prajurit. Sementara pusat pemerintahan atau kraton menjadi tulang punggung perekonomian kerajaan dan bertanggung jawab untuk menyediakan infrastruktur.
"Grogol adalah desa dekat pusat pemerintahan yang berkontribusi mendukung kehidupan 'kota' tetapi juga menerima manfaat langsung dari kehadiran 'kota', misalnya dari perdagangan atau kehidupan elit para penghuni pusat pemerintahan," tulis Junus Satrio Atmodjo dari Puslit Arkenas dalam prolog buku Grogol, Kampung Majapahit yang Sirna.
Meski kawasannya lebih selatan atau lebih dekat ke gunung daripada ibukota Majapahit, Grogol berada di dataran rendah. Kawasan ini menjadi tempat tinggal karena memiliki ketersediaan kebutuhan air untuk konsumsi dan jadi transportasi air, kondisi yang tidak terlalu lembab, serta memiliki sumber dan kemudahan mendapatkan makanan.
Sumber air masyarakat Majapahit di Grogol pun melimpah. Dewangga Eka Mahardian di buku yang sama menuliskan, pedesaan kuno itu bergantung pada dua sungai yang ada di sisi selatan dan utaranya: Sungai Kencana Tirta dan Sungai Kepiting.
Baca Juga: Majapahit Tak Hanya Berkuasa di Daratan, Namun Juga Merajai Lautan
Selain itu ibukota Majapahit, diketahui memiliki enam waduk di Trowulan, seperti Waduk Baureno, Kumitir, Domas, Kraton, Kedungwulan, dan Temon. Waduk Temon memiliki lokasi yang sangat dekat dengan Situs Grogol, hanya 30 meter.
"Bahkan ada kemungkinan pada masa lalu Situs Grogol memang pernah berada di tepian Waduk Temon," urai Dewangga. Meski demikian, Grogol tidak tersambung langsung dengan kanal-kanal Majapahit karena jaraknya yang jauh dari rute lalu-lintas perahu yang melintasi sungai di utaranya.
Struktur pedesaan kuno Grogol cukup kompleks. Bangunan-bangunan mereka memiliki pagar yang tinggi untuk melindungi penghuni di dalamnya, ada pula sistem pembuangan air atau selokan yang rapih, dan memiliki pola tata ruang pedesaan yang linear (memanjang).
Peneliti Yusmaini Eriawati di buku yang sama, menjelaskan untuk memahami pedesaan yang pernah ada di Situs Grogol, bisa berkaca pada relief Candi Menakjinggo yang berada di Trowulan.
"Pada relief itu, dapa dilihat adanya area pemukiman dan digambarkan pula adanya area yang mungkin sebagai areal sakral berkaitan dengan kegiatan pemujaan," tulisnya. Area pemukiman di relief itu linear seperti situs, dan di sisi bawahnya ada kawasan yang disucikan oleh penduduk Majapahit.
"Di Bali, area suci tersebut dikenal dengan nama Pamerajan, yaitu tempat diadakannya upacara-upacara, baik upacara harian untuk tingkat keluarga atau kelompok keluarga. Bahkan ada, ada pula area Pamerajan untuk tingkat desa dan kerajaan," lanjutnya.
Baca Juga: HUT ke-728 Majapahit: Menata Kembali Literasi Peradaban Majapahit
Pada sisi pemukimnya, Dimas Nugroho, peneliti lainnya, mengungkap ada banyak tembikar Tiongkok dari zaman yang berbeda. Selain itu bangunan yang ada di situs diamati tumpang tindih, antara ada bangunan yang ditinggalkan kemudian digantikan oleh bangunan baru.
Ini menunjukkan bahwa aktivitas penduduk Grogol "cukup massif dan terjadi dalam dua periode masa, yakni sebelum Majapahit dan pada masa Majapahit," tulis Dimas.
Tetapi yang jelas sisa-sisa bangunan yang ditemukan para arkeolog di Situs Grogol, membuktikan satu hal: kawasan itu dipenuhi dengan nuansa elit, sebagaimana yang Junus juga terangkan dalam hasil penelitian di dalam.
Banyak bangunan memiliki pendopo atau balai. Di dalam bangunan tempat tinggal pun memiliki tembok yang tinggi dan rapat pada beberapa ruang untuk menjaga privasi. Rumah pun dibuat memiliki teras yang tinggi, yang menurut Dimas, untuk menuansakan kasta penghuni.
"Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Situs Grogol adalah daerah hunian. Berdasarkan ukuran rumah dan artefak-artefak hasil temuan, dapat disimpulkan bahwa penghuninya berasal dari kelompok elit, kemungkinan bangsawan kerajaan Majapahit, meskipun tempat tinggalnya terletak cukup jauh dari pusat kota," tulis Junus.
Baca Juga: Selidik Agama dan Kepercayaan Masyarakat pada Era Kerajaan Majapahit
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR