Jauh dari Bumi, di sebuah bintang, ada planet laik huni yang terkunci gravitasi pada bintang. Panas dan dingin ekstrim pada dua “sisi” yang berbeda. Tak cuma satu, ada banyak planet serupa di bintang lain. Pertanyaannya, mungkinkah ada kehidupan di planet yang terkunci secara gravitasi?
Mencari kehidupan di planet lain memang bukan hal mudah. Mirip mencari jarum di antara jerami. Yang kita tahu hanya kehidupan yang kita kenal di Bumi. Karena itu, yang kita cari ciri-ciri kehidupan yang mirip Bumi. Planet itu harus ada di zona laik huni bintang supaya ada air. Itu kriteria pertama dan paling utama.
Pencarian pun dimulai, terutama pada bintang-bintang serupa Matahari. Ternyata, planet-planet seukuran Bumi yang juga serupa Bumi banyak ditemukan di bintang katai merah. Bintang ini memang lebih kecil dan lebih dingin dari Matahari. Karena itu, zona laik huni dimana air bisa tetap cair di permukaan planet pun jadi sangat dekat dengan bintang.
Tapi ada masalah lain.
Planet yang berada sangat dekat dengan bintang akan menghasilkan interaksi gravitasi yang kuat antara bintang dan planet. Pada kondisi ini pengaruh gravitasi bintang lebih besar menyebabkan rotasi planet melambat. Akibatnya, rotasi planet akan mendekati periode revolusi planet mengorbit bintang. Kondisi ini yang dikenal sebagai tidal lock atau terkunci secara gravitasi. Implikasinya, hanya satu sisi planet yang akan berhadapan dengan bintang. Dengan demikian ada satu sisi planet yang selalu siang dan sisi yang tidak berhadapan dengan bintang akan mengalami malam abadi. Temperatur udara di kedua sisi planet akan sangat berbeda. Panas dan dingin yang sangat ekstrim.
Pertanyaannya, mungkinkah kehidupan berevolusi di planet yang terkunci gravitasinya? Dengan kondisi temperatur yang ekstrim, tentu sulit bagi kehidupan untuk bertumbuh. Tapi penemuan planet batuan yang terkunci gravitasi di area laik huni bintang tentunya menjadi tantangan tersendiri. Apakah ada kesempatan bagi kehidupan untuk berevolusi?
Angin di Planet yang Terkunci Gravitasinya
Pada planet yang terkunci gravitasi, ada satu area yang paling dekat dengan bintang a.k.a bintang tepat berada di zenit. Area yang disebut titik substellar ini menerima cahaya dan panas bintang secara kontinyu. Akibatnya area ini jadi luar biasa panas. Pemanasan yang terus menerus dari bintang pada satu sisi bisa mengubah cuaca di planet, bahkan bisa mengontrol cuaca dan menyebabkan terjadinya ketidakstabilan iklim. Kondisi ini bisa memicu planet jadi laik huni atau justru tidak laik huni.
Itu area panas. Di area dingin yang tidak pernah menerima cahaya dan panas bintang, atmosfer akan jadi gas yang lebih rapat, berkondensasi jadi cairan dan pada akhirnya jadi padat. Diperkirakan kondisi ini bisa memicu terjadinya sirkulasi atmosfer yang memicu planet jadi laik huni atau justru menyebabkan terjadinya badai mematikan di planet tersebut.
Meskipun demikian, keberadaan atmosfer di planet batuan merupakan faktor penting untuk kita bisa mengetahui senyawa kimia apa saja yang ada di sebuah planet. Dan apakah bisa mendukung kehidupan seperti yang kita kenal.
Di planet yang terkunci gravitasinya, atmosfer jadi komponen penting untuk mendistribusi panas ke seluruh planet. Tujuannya untuk mengurangi perbedaan temperatur yang sangat kontras di sisi siang dan malam. Dengan demikian planet jadi hangat, termasuk di sisi malam yang tadinya beku. Untuk itu kita harus mengetahui apakah ada angin di planet tersebut. Tanpa angin, tidak ada panas yang bisa disebar. Angin terjadi karena ada aliran udara dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Ini merupakan cara atmosfer bergerak untuk menyebarkan panas ke area sekitarnya.
Para astronom pun coba melakukan pemodelan berdasarkan data dan teori yang ada. Planet yang terkunci gravitasi berotasi sangat lambat. Tapi tidak berarti tidak ada sirkulasi atmosferik.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR