Implikasi lainnya adalah banyaknya vaksin yang kedaluwarsa. Berdasarkan catatan Koalisi, terdapat sekitar 6.100 vaksin jenis AstraZeneca yang telah kedaluwarsa. Tentunya hal ini berpotensi menimbulkan kerugian negara. Adapun kegagalan dalam pendataan penerima vaksin yang solid dapat dikaitkan terhadap kegagalan negara dalam mendistribusikan vaksin COVID-19 sesuai dengan jumlah penerima.
Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan mendorong agar pemerintah melakukan investigasi dan menindak tegas petugas, pejabat, kelompok lainnya yang terbukti melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan program vaksinasi COVID-19. Pemerintah juga dituntut untuk membuka informasi terkait distribusi vaksin yang dilakukan ke setiap daerah, baik vaksin yang didistribusikan oleh Kementerian Kesehatan maupun TNI dan POLRI serta organisasi masyarakat lain.
Baca Juga: Butuh Booster Vaksin Untuk Menangkal Serangan Omicron yang Parah
Secara khusus, Koalisi menilai, Kementerian kesehatan berkewajiban untuk membuka informasi secara rinci vaksin yang telah terdistribusi ke daerah, mulai dari jenis vaksin hingga tanggal kedaluwarsa vaksin. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga berkewajiban membuka hasil audit pemeriksaan vaksinasi COVID-19 yang telah dilakukan bersama BPKP.
Informasi mengenai distribusi vaksin ke tiap daerah ini mutlak perlu dibuka agar publik dapat memantau jenis vaksin yang didistribusikan proporsional dengan kebutuhan daerah. Selain itu, dengan adanya transparansi data distribusi vaksin, publik juga bisa memastikan agar tidak ada lagi masyarakat yang kesulitan mengakses vaksin atau adanya vaksin yang kedaluwarsa. Ketersediaan informasi tersebut juga diperlukan agar publik dapat memastikan tidak terjadi penyimpangan maupun penyalahgunaan dalam distribusi vaksin.
Baca Juga: Vaksin Booster Berbayar dan Ketimpangan Sosial bagi Rakyat Indonesia
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR