Dengan menumpang kapal Pelni, perjalanan dari Ambon menuju Banda Neira ditempuh selama 12-13 jam. Bosan? Tentu saja tidak. Sebab kapal ini memang sudah didesain dengan fasilitas yang membuat penumpang merasa aman dan nyaman. Tapi kita tidak akan membahas cerita seru di kapal Pelni saat ini, karena saya tidak sabar menjejakkan kaki di pulau cantik, Banda Neira.
Matahari belum terbit ketika saya menginjakkan kaki di Pelabuhan Banda Neira, tapi cakrawala mulai terlihat benderang. Seketika saya lupa segala lelah yang tadi membebani saya selama perjalanan. Saya hafal dengan aroma laut, tapi mengapa aroma Banda Neira tercium begitu menyegarkan dan menenangkan?
Baca Juga : Menelisik Riwayat Kepulauan Banda, “Harta Karun” Indonesia yang Kini Terabaikan
Entahlah apakah karena saya tiba di sana sewaktu subuh atau memang Banda Neira ini memiliki suasana khas yang begitu tenteram. Warga Neira sudah mudah beraktivitas. Tampak anak-anak sekolah yang berjalan kaki dengan seragamnya.
Sepanjang perjalanan menuju penginapan, tak ada satu warga pun yang bergeming menonton orang asing yang lewat. Mereka semua membalas senyum saya. Teduh sekali rasanya. Itulah sebabnya kesan pertama saya pada Banda Neira adalah ketenangan. Berbeda dengan di kota, saat kesibukan menunggangi semua insan untuk bergerak cepat.
Jejak sejarah
Bisa dibilang, Banda Neira ini semacam museum sejarah alami. Sebab tempat ini menyimpan memori masa lampau, misal zaman kolonial Belanda dan kekayaan rempah Indonesia.
Belum lagi, seperti yang kita ketahui bersama Banda Neira jadi tempat pembuangan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Seperti Mohamad Hatta dan Sutan Shahjir. Dalam ketenangan Banda Neira mereka justru semakin berkonsentrasi memikirkan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Karena itu saat berkunjung ke Banda Neira, kita tidak boleh lupa datang ke rumah bekas proklamator RI selama hidup dalam pembuangan. Rumah itu masih berdiri megah hingga saat ini (walau beberapa bagian telah dipugar). Di rumah Hatta ini, masih tersimpan berbagai lengkap berbagai barang yang digunakan Hatta. Mulai dari ranjang, rak pakaian, bangku sekolah, peci, pakaian, foto-foto, keris, kacamata, jas, peralatan makan, rak buku, kendi, dll.
Baca Juga : Peneliti Temukan Patahan Terbuka Terbesar Bumi di Laut Banda
Rumah Shahjir juga begitu, walau jauh lebih berwarna ketimbang rumah Hatta, isinya hampir serupa. Di dalamnya terdapat banyak gambar-gambar yang menjelaskan perjalanan hidup Shahjir sejak muda. Meja kerja, meja bulat, lemari, lampu, dll masih tersimpan di situ. Walau sebagian barang di situ, bukanlah barang asli karena sudah ada pemugaran.
Ada pula rumah budaya, Benteng Nassau, Benteng Belgica, dan satu-satunya kelenteng di situ yang bernama Sun Tian Kong. Kunjungan tempat bersejarah lainnya dapat ditemukan di gereja tua Hollandische Kerk, rumah kapten Christopher Cole, Istana Mini, dan tempat bersejarah lainnya.
Intinya, Banda Neira menawarkan perjalanan wisata yang tidak biasa. Banda Neira membuat berbagai kisah sejarah yang hanya kita baca di buku tampak nyata. Banda Neira juga membuat pengunjungnya melupakan penat yang tadinya bikin kepala berat.
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR