Erupsi magmatik Gunung Agung yang masih berlangsung, mengharuskan Otoritas Bandara Wilayah IV Bali Nusra memperpanjang penutupan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Bandara akan ditutup hingga Rabu (29/11), pukul 07.00 WITA.
Sementara itu, Bandara Internasional Lombok yang sebelumnya juga mengalami penutupan, dibuka kembali mulai Selasa (28/11), pukul 06:00 WITA.
Abu vulkanik membahayakan penerbangan
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, dalam siaran persnya mengatakan, erupsi magmatik di Gunung Agung terus mengeluarkan asap dan abu berwarna kelabu, berintensitas sedang dengan ketinggian kolom abu vulkanik sekitar 2.500 – 3.000 meter di atas puncak kawah. Sinar api juga masih terlihat di malam hari dan statusnya naik menjadi Awas (level 4).
(Baca juga: Dampak Debu Vulkanik Gunung Agung, Bandara I Gusti Ngurah Rai Ditutup)
"PVMBG melaporkan, perkembangan aktivitas vulkanik dan peluang terjadinya erupsi yang lebih besar semakin meningkat. Meskipun begitu, tidak dapat dipastikan seberapa besar intensitasnya. Memperkirakan karakter erupsi Gunung Agung cenderung lebih sulit dari gunung lainnya karena tidak ada data instrumental sebagai pembanding dengan erupsi sebelumnya," papar Sutopo.
Hasil analisis citra satelit Himawari dari BMKG menunjukkan, sebaran abu vulkanik menuju ke arah barat daya, tertarik oleh Siklon Tropis Cempaka yang saat ini berada di Samudera Hindia di selatan Yogyakarta. Adanya pusat tekanan rendah ini menyebabkan abu vulkanik mengikuti gerak dari siklon tropis.
Dampak langsung sebaran abu adalah terganggunya keselamatan penerbangan. Informasi SIGMET dari MWO Ujung Pandang menunjukkan bahwa abu vulkanik bergerak ke arah selatan - barat daya dan menutupi ruang udara di atas Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Analisis pihak Airnav Indonesia Cabang Denpasar juga menunjukkan bahwa ploting area jalur pemanduan lalu lintas pesawat udara telah tertutup oleh sebaran abu vulkanik.
Penduduk diminta mengungsi
Diketahui, ada 22 desa yang terdapat dalam zona berbahaya. Jumlah penduduk yang tinggal di dalam zona berbahaya tersebut diperkirakan 90.000 – 100.000 jiwa. Tidak adanya data yang valid dari berbagai sumber menyulitkan dalam menghitung jumlah penduduk yang harus diungsikan.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk terdampak di radius yang berbahaya adalah 63.000 jiwa. Sementara itu data dari Open Street Map menunjukkan, ada 117.000 jiwa, Asia Pop sebanyak 68.000 jiwa, dan pernyataan Gubernur Bali sebanyak 140.000 jiwa. BNPB akan melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan jumlah penduduk yang harus dievakuasi.
Berdasarkan data sementara, tercatat ada 29.023 jiwa yang tersebar di 217 titik pengungsian. Belum semua data pengungsi tercatat oleh petugas. Selain di Bali, masyarakat juga mengungsi ke Lombok.
(Baca juga: Status Gunung Agung Dinaikkan Dari Siaga Menjadi Awas)
Masalahnya, tidak semua masyarakat yang berada di radius berbahaya bersedia mengungsi. Sampai saat ini, masih banyak masyarakat yang tetap tinggal di dalam rumahnya. "Ada berbagai alasan yang menyebabkan mereka enggan mengungsi. Di antaranya, masih merasa aman meski Gunung Agung sudah erupsi, ingin menjaga ternak dan kebun, masalah kepercayaan, dan lainnya. Petugas masih terus membujuk masyarakat untuk mengungsi dan membantu pengungsian ternak," tambah Sutopo.
Meskipun begitu, secara umum, penanganan pengungsi berlangsung dengan baik. Tidak ada kepanikan di masyarakat. Sebelumnya, Gunung Agung pernah dinyatakan Status Awas pertama kali pada 22/9/2017, pukul 20.30 WITA. Hal ini membuat masyarakat sudah lebih siap. Selain itu, mereka juga sudah mendapatkan sosialisasi yang intensif mengenai antisipasi menghadapi erupsi.
Beradaptasi dengan Zaman, Tokoh Pemuda Wewo Sadar Kebutuhan Energi Ramah Lingkungan
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR