Baru-baru ini saya memimpin tim penggalian di lokasi arkeologis paling ikonik di Asia Tenggara: Gua Niah di Malaysia.
Selama tiga minggu, kami menelusuri kembali sejarah manusia berumur 20.000 tahun. Kami menemukan beberapa tulang manusia, sisa-sisa mamalia besar (kemungkinan rusa dan ternak liar) dan kulit kerang tiram laut. Juga tergali peralatan batu dan batuan yang hangus.
Menggali di Gua Niah terasa menggairahkan dan sedikit menakutkan—mengingat tempat ini bernilai bagi arkeologi dan juga peradaban manusia.
Taman Nasional Gua Niah terdapat di bagian timur Sarawak, negara bagian Malaysia yang berada di pesisir utara pulau Kalimantan.
Pulau Borneo (nama internasional untuk Kalimantan) membentang di garis khatulistiwa, dan sebagian besar tertutup oleh hutan hujan tropis yang lebat. Beragam satwa liar yang tak ternilai, termasuk orangutan yang terancam punah, terdapat di sini
Sarawak juga memiliki warisan kebudayaan yang kaya, dengan hampir 40 kelompok bahasa atau budaya asli yang tinggal di sana. Hingga tahun 1970-an, pulau ini terkenal akan pemburu kepalanya.
(Baca juga: Berkat Petroglif, Gambaran Kehidupan Manusia Purba di Amerika Selatan Terungkap)
Di pulau ini pula Alfred Wallace, penemu teori evolusi lewat seleksi alam, mengembangkan idenya selama abad ke-19.
Sarawak juga memiliki sejarah pendudukan manusia yang luar biasa, terentang hingga setidaknya 46 ribu tahun ke belakang, tak lama setelah manusia modern yang paling awal menempati daerah ini setelah melakukan perjalanan jauh dari Afrika.
Borneo adalah pulau tempat manusia purba ini mulai menjelajah dari satu pulau ke pulau lain di sepanjang Asia Tenggara dan akhirnya tiba dan menempati New Guinea dan Australia, menjadikannya sangat penting untuk memahami sejarah manusia kuno melintasi daerah Australasia.
Kompleks Gua Niah yang sangat besar berada dalam bukit batu kapur luas di tengah taman nasional. Terdapat 21 gua di jaringan gua utama dengan enam pintu masuk atau mulut gua yang besar. Gua yang paling besar adalah West Mouth (Lobang Kualar) dengan tinggi lebih dari 60 meter.
Ruang-ruang di Gua Niah bergema dengan suara kelelawar dan burung walet, yang tampaknya mengisi hampir seluruh sudut dan celah yang ada. Sarang burung walet sangat diminati, untuk bahan obat tradisional Cina dan juga dijadikan sup.
Sarang-sarang ini dikumpulkan dan dijual setiap hari oleh orang setempat, yang bertaruh nyawa dengan mendaki puluhan meter ke langit-langit tertinggi gua dengan memanjat tiang-tiang kayu tanpa peralatan pengaman.
Potensi Gua Niah dalam memberi informasi ilmiah untuk memahami asal mula manusia pertama kali ditemukan pada abad ke-19, ketika Wallace memperkenalkan gua-gua ini kepada Thomas Henry Huxley—"Si bulldog Darwin". Huxley mengatur ekspedisi Eropa pertama ke Gua Niah, dipimpin Alfred Hart Everett pada 1878-1879, tapi ia kembali ke Inggris dengan hasil tak seberapa.
Hampir 100 tahun setelah itu, barulah penggalian arkeologis pertama dilakukan, dipimpin oleh Tom Harrison dari 1954, dan rekannya Barbara Harrison yang bergabung belakangan. Penggalian mereka berlangsung selama 13 tahun hingga 1967, dengan cakupan area beberapa gua di kompleks Gua Niah dan daerah sekitarnya.
Temuan terbesar mereka didapat di West Mouth. Pada 1958 mereka menggali apa yang disebut “Tengkorak Dalam”. Ini merupakan tengkorak yang tak utuh, dan tulang kaki yang menyertainya dari seorang individu yang sekarang diketahui berusia sekitar 35 ribu tahun.
Harrison menemukan total 270 rangkaian kerangka manusia di West Mouth, tapi tidak seperti Tengkorak Dalam, sebagian besar berasal dari masa pertanian awal atau kuburan Neolitik, yang berusia sekitar 2-4 ribu tahun.
Sejak Harrison, ada tiga tim arkeolog lain yang telah bekerja di Gua Niah.
Yang pertama dari Malaysia, dan menggali di West Mouth pada 1970-an. Mereka menemukan kuburan Zaman Besi, yang berusia sekitar 500-2.000 tahun.
Yang kedua juga berasal dari Malaysia. Mereka menggali area kecil pada gua sekitarnya yang disebut Gua Bercat dan menemukan lebih banyak lagi kuburan Zaman Besi. Gua ini juga telah digali sebelumnya oleh Harrison, yang menemukan banyak peti mati berbentuk kapal dan menceritakan soal banyaknya lukisan yang menghiasi dinding gua.
Tim terakhir berasal dari Cambridge University dan berfokus pada penilaian ulang pekerjaan Harrison. Selain itu, mereka memberikan rangka kerja yang terinci untuk menentukan usia temuan arkeologis Harrison dengan menggunakan teknik geologi modern.
Setelah enam tahun merencanakan proyek ini dengan para kolega di Departemen Museum Sarawak, pada 20 November 2017 kami memulai fase riset arkeologi berikutnya di Gua Niah. Hari itu merupakan ulang tahun ke-50 dari akhir penggalian Harrison, dan juga ulang tahun saya yang ke-50.
Kami memilih menggali di tempat yang disebut Gua Pedagang, yang berada di luar kompleks Gua Besar. Kami telah meninjaunya beberapa kali dan selalu terpukau dengan potensinya.
Gua Pedagang panjangnya 190 meter, dengan lebar sekitar 30 meter dan tinggi 15 meter. Harrison menggali sebuah lubang kecil di pintu masuk pada 1956 tapi tidak menemukan apa pun yang bisa dicatat dan menyerah, lalu kemudian berfokus pada West Mouth.
(Baca juga: Menelusuri Jejak Manusia Modern Pertama di Gua Braholo Gunungkidul)
Tim saya berisikan anggota dari Australia, Malaysia dan Sri Lanka, dan melibatkan arkeolog, spesialis warisan budaya dan relawan mahasiswa.
Darren Curnoe, Author provided
Selama tiga minggu, kami menggali dua kotak di tengah gua, dengan jarak sekitar 20 meter. Tiap kotak berukuran satu kali satu meter, dan kami menggali tiap lapisan dalam unit kecil atau “spit” berukuran lima cm.
Pada kotak pertama, kami menggali sebanyak dua meter sedimen sebelum akhirnya berhenti, karena pekerjaan itu akan kami lanjutkan tahun depan. Pada kotak kedua, kamu mencapai kedalaman 1,8 meter sebelum kami membentur dasar batu kapur gua dan tidak bisa menggali lebih lanjut.
Mhd. S. Sauffi/Darren Curnoe)
(Jadi, apa saja yang kami temukan?
Pada kotak pertama, kami menemukan beberapa tulang manusia termasuk pecahan tengkorak dan bagian tulang kaki, di berbagai lapisan berbeda. Kami juga menemukan sisa-sisa mamalia besar, kemungkinan rusa atau ternak liar, dan kulit kerang laut yang dibawa ke dalam gua oleh manusia dan mungkin dimakan di sana. Ada juga sejumlah peralatan batu dan karang yang tampaknya dibakar/dibuat di gua.
Penemuan di kotak kedua tidak sebanyak kotak pertama, tapi kami mendapat koleksi perangkat batu yang membentang hingga sedalam hampir dua meter.
Pada saat itu, semua bukti yang kami miliki menunjukkan bahwa kami menggali melalui lapisan Palaeolitik. Berdasarkan perbandingan dengan obyek-obyek yang ditemukan oleh Harrison di kompleks Gua Besar, kami menduga simpanan di Gua Pedagang berusia hampir 20 ribu tahun atau lebih.
Tahun depan kami akan kembali untuk menggali lagi selama setidaknya dua minggu. Rencananya, kami akan berfokus pada kotak pertama, yang paling kaya: kami akan menggali sampai dasar gua, dan juga memperbesar kotak itu, demi mencari lebih banyak lagi tulang manusia dan hewan, serta peralatan batu.
Kami juga akan menitikberatkan penelitian untuk menentukan usia temuan dan sedimen di Gua Pedagang, menggunakan sebanyak mungkin teknik berbeda, sehingga kami bisa yakin berapa usia mereka sebenarnya.
Darren Curnoe, Associate Professor and Chief Investigator, ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage, University of New South Wales, UNSW
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR