Yang kedua juga berasal dari Malaysia. Mereka menggali area kecil pada gua sekitarnya yang disebut Gua Bercat dan menemukan lebih banyak lagi kuburan Zaman Besi. Gua ini juga telah digali sebelumnya oleh Harrison, yang menemukan banyak peti mati berbentuk kapal dan menceritakan soal banyaknya lukisan yang menghiasi dinding gua.
Tim terakhir berasal dari Cambridge University dan berfokus pada penilaian ulang pekerjaan Harrison. Selain itu, mereka memberikan rangka kerja yang terinci untuk menentukan usia temuan arkeologis Harrison dengan menggunakan teknik geologi modern.
Setelah enam tahun merencanakan proyek ini dengan para kolega di Departemen Museum Sarawak, pada 20 November 2017 kami memulai fase riset arkeologi berikutnya di Gua Niah. Hari itu merupakan ulang tahun ke-50 dari akhir penggalian Harrison, dan juga ulang tahun saya yang ke-50.
Kami memilih menggali di tempat yang disebut Gua Pedagang, yang berada di luar kompleks Gua Besar. Kami telah meninjaunya beberapa kali dan selalu terpukau dengan potensinya.
Gua Pedagang panjangnya 190 meter, dengan lebar sekitar 30 meter dan tinggi 15 meter. Harrison menggali sebuah lubang kecil di pintu masuk pada 1956 tapi tidak menemukan apa pun yang bisa dicatat dan menyerah, lalu kemudian berfokus pada West Mouth.
(Baca juga: Menelusuri Jejak Manusia Modern Pertama di Gua Braholo Gunungkidul)
Tim saya berisikan anggota dari Australia, Malaysia dan Sri Lanka, dan melibatkan arkeolog, spesialis warisan budaya dan relawan mahasiswa.
Darren Curnoe, Author provided
Selama tiga minggu, kami menggali dua kotak di tengah gua, dengan jarak sekitar 20 meter. Tiap kotak berukuran satu kali satu meter, dan kami menggali tiap lapisan dalam unit kecil atau “spit” berukuran lima cm.
Pada kotak pertama, kami menggali sebanyak dua meter sedimen sebelum akhirnya berhenti, karena pekerjaan itu akan kami lanjutkan tahun depan. Pada kotak kedua, kamu mencapai kedalaman 1,8 meter sebelum kami membentur dasar batu kapur gua dan tidak bisa menggali lebih lanjut.
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR