Para nelayan, yang menjelajahi perairan itu setiap hari, mampu menyampaikan waktu, masa, dan lokasi yang tepat banyak penampakan dugong, bahkan sampai pada 1942. Para nelayan itu memiliki pengetahuan yang jauh melampaui catatan riset resmi yang mana pun dan mampu mendeskripsikan kecenderungan historis dan perubahan populasi sebelumnya yang tidak tercatat.
(Baca juga: Lima Tips Snorkeling Ramah Lingkungan untuk Wisatawan)
Ini bukan kali yang pertama pengetahuan ekologi yang dimiliki masyarakat lokal semacam itu digunakan untuk melestarikan spesies, juga tidak akan menjadi yang terakhir. Contoh-contoh lainnya meliputi pelestarian populasi paus Baleen yang terancam punah di Kepulauan Falkland (Samudra Atlantik Selatan), dan ikat air tawar langka di Sungai Mekong.
Menggunakan sains dan pengetahuan ekologi masyarakat lokal juga membuat kita bisa melakukan lebih banyak dari sekadar menyelamatkan satu spesies dalam satu waktu. Lautan adalah sebuah ekosistem, dan tiap tumbuhan, hewan atau makhluk-makhluk lain saling mengandalkan.
Pelestarian dugong dan rumput laut, misalnya, berjalan beriringan. Untuk mendapatkan informasi lebih baik tentang persebaran populasi dugong, kita juga harus tahu persebaran dan status rumput laut. Dan dengan mengintegrasikan jenis-jenis informasi ini, kita bisa mulai menyelamatkan lautan.
Leanne Cullen-Unsworth, Research Fellow, Cardiff University; Benjamin L. Jones, Research Associate at the Sustainable Places Research Institute, Cardiff University, dan Richard K.F. Unsworth, Research Officer, Swansea University
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR