Menurut studi terbaru, hampir 30% permukaan tanah di planet ini akan mengalami kekeringan jika suhu global mengalami kenaikan 2°C di atas era pra-industri.
Ambang batas 2°C ini ditetapkan pada Kesepakatan Iklim Paris di 2015. Meskipun begitu, para peneliti ragu, batas kenaikan tersebut cukup untuk mencegah perubahan iklim yang bersifat menghancurkan.
Saat daratan mengalami ‘aridifikasi’ dan menjadi lebih kering, persediaan air habis. “Itu juga akan menyebabkan kekeringan dan kebakaran hutan – serupa dengan yang terjadi di California,” kata dr. Chang-Eui Park, pemimpin penelitian dan ilmuwan dari SusTech.
(Baca juga: Musim Kering, Banyak Ular Menyelinap Masuk ke Toilet Rumah Warga)
Penelitian terbaru yang dipublikasikan pada Nature Climate Change ini melibatkan studi proyeksi berdasarkan model iklim global yang ada. Menggunakan simulasi matematika yang memungkinkan ilmuwan untuk memprediksi hasil akhir dengan informasi yang ada.
Mereka membandingkan hasil akhir 27 model iklim yang berbeda untuk menemukan wilayah-wilayah di dunia yang akan mengalami kondisi terparah akibat kekeringan.
Hasil yang ditemukan para peneliti menunjukkan bahwa target 2°C tidak cukup untuk mencegah krisis kekeringan. Mereka memiliki target ambisius, yakni 1,5°C untuk membuat perbedaan besar.
“Penelitian kami memprediksikan bahwa aridifikasi akan terjadi pada 20-30% wilayah daratan ketika suhunya mencapai 2°C,” kata dr. Manoj Joshi, ilmuwan lingkungan di University of East Anglia.
“Namun, wilayah tersebut bisa menghindari kekeringan jika pemanasan dibatasi hingga 1,5°C,” tambahnya.
(Baca juga: Antisipasi Kekeringan dengan Menabung Air)
Saat ini, semakin banyak ilmuwan yang mengaitkan bencana alam seperti kekeringan dan kebakaran hutan dengan perubahan iklim.
Profesor Tim Osborn, peneliti lain dari University of East Anglia, mengatakan, menjaga ambang batas pemanasan menjadi 1,5°C memberi keuntungan bagi beberapa negara di dunia.
“Wilayah yang paling diuntungkan dengan menjaga suhu pemanasan di bawah 1,5°C adalah negara-negara Asia Tenggara, Eropa Selatan, Afrika Selatan, Amerika Tengah dan Australia Selatan – yang memiliki 20% populasi dunia,” jelas Osborn.
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR