Nationalgeographic.co.id—Teori ras kritis telah menjadi istilah sensitif bagi sebagian orang Amerika. Mereka ingin membuang istilah itu dari kosakata nasional, terutama melarang penggunaannya di sekolah.
"Baiklah, hapus istilah yang memecah belah ini dari kosakata nasional kita, tapi kita perlu mengajari siswa tentang sejarah ras Amerika di sekolah," ungkap Takach kepada The Providence Journal.
James Takach menulis opininya dalam artikel berjudul "Opinion/Tackach: Racial history is American history", yang dipublikasikan pada 10 Januari 2022. James Tackach, dari Narragansett, adalah profesor bahasa Inggris di Universitas Roger Williams.
Siswa perlu mempelajari bahwa Bangsa mereka pernah diduduki oleh penduduk asli Amerika. Pemukim Inggris dan Eropa mendirikan tempat tinggal selama tahun 1600-an, dan melalui perang dan migrasi mendorong suku-suku asli keluar dari tanah asal mereka.
Pada tahun 1619, kapal budak pertama tiba di Pantai Timur Amerika. Orang-orang Afrika yang ditangkap di atas kapal-kapal itu menjadi budak seumur hidup. Sebuah ironi di balik sejarah bangsa Amerika, hingga Amerika Serikat menjadi negara merdeka pada tahun 1776.
Baca Juga: Para Pionir Perempuan Kulit Hitam dalam Kancah Olahraga Amerika
Piagam pendiriannya menyatakan bahwa “semua manusia diciptakan sama; bahwa mereka diberkahi oleh Pencipta mereka dengan hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut; bahwa di antaranya adalah kehidupan, kebebasan, dan pengejaran kebahagiaan.”
Uniknya, penulis kata-kata itu sendiri, Thomas Jefferson, memiliki budak dan memiliki anak budak. Perbudakannya terus bertahan sampai setelah meletusnya Revolusi Amerika.
Gerakan abolisionis nasional dimulai pada tahun 1830-an yang dipimpin oleh orang kulit putih, seperti William Lloyd Garrison dan budak yang dibebaskan seperti Frederick Douglass.
Keputusan Mahkamah Agung tahun 1857 Dred Scott v. Sandford menyatakan bahwa orang kulit hitam Amerika, baik yang bebas atau diperbudak, bukanlah warga negara.
Ketika Abraham Lincoln terpilih sebagai Presiden pada tahun 1860, dia berjanji hanya untuk membatasi penyebaran perbudakan Amerika, bukan untuk menghapusnya. Akan tetapi beberapa negara budak menarik diri dari Union, dan Perang Saudara dimulai.
Di tengah perang, Presiden Lincoln mengeluarkan Proklamasi Emansipasi yang membebaskan budak di negara-negara pemberontak dan mengundang orang kulit hitam untuk bertugas sebagai tentara Union.
"Lebih dari 200.000 orang-orang kulit hitam di Amerika terdaftar, pasokan tenaga kerja penting pada titik penting dalam konflik," lanjut Takach.
Tentara Union memenangkan perang. Sebagai penghargaan terhadap jasa orang-orang kulit hitam, amandemen Ketigabelas Konstitusi Amerika Serikat mulai melarang perbudakan.
Dua amandemen berikutnya memberikan kebebasan kepada kewarganegaraan kulit hitam di Amerika Serikat dengan pernyataan tentang 'perlindungan hukum yang sama' dan hak suara dalam berdemokrasi.
Selama tahun 1960-an, kerusuhan ras kembali meletus di Watts, California; Newark, New Jersey; dan kota-kota lainnya. Namun, pada tahun 2008, seorang kandidat kulit hitam, Barack Obama, terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.
Selama kampanyenya, ada upaya untuk menggagalkan pencalonannya dengan menyebarkan kebohongan bahwa ia lahir di Kenya, yang akan membuatnya tidak memenuhi syarat untuk menjadi presiden Amerika Serikat. Donald Trump mendukung upaya ini.
Baca Juga: Perdagangan Budak Belanda di Transatlantik, Dari Afrika hingga Amerika
Amerika Serikat selalu dalam bayang-bayang rasisme dan upaya-upaya bertoleransi, berdamai dengan sejarah negerinya sendiri. Melalui pelajaran sejarah di sekolah, siswa harus memahami tentang sejarah rasisme di negerinya.
"Siswa di sekolah menengah juga perlu membaca karya-karya lain yang ditulis oleh para penulis kulit hitam, seperti Frederick Douglass, Richard Wright, James Baldwin, Toni Morrison," tutupnya.
Dengan melihat upaya-upaya yang dilakukan oleh orang-orang kulit hitam untuk mendapatkan haknya, siswa juga akan lebih memahami hakikat toleransi dalam mendapatkan hak asasi manusia.
Hal itu juga menjadi upaya penting dalam mengedukasi anak, untuk menjauhkan diri dari isu rasial yang masih sering terjadi di Amerika Serikat.
Source | : | The Providence Journal |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR