Makanan pedas seolah tak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari orang Indonesia. Sambal adalah salah satu contoh makanan yang hampir wajib ada di meja makan. Bahkan, makanan dengan pedas berlevel pun kini menjadi tren.
Berbagai rumah makan di Indonesia pun sering menyediakan berbagai jenis sambal untuk memenuhi selera pengunjungnya.
Namun, fenomena penyuka pedas ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Banyak negara punya budaya makan pedas, misalnya saja Thailand, Meksiko, China, India, dan Etiopia.
(Baca juga: Lestarikan lahan Gambut Dengan Menanam Buah Duku? Berikut Penjelasannya)
Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan mengapa banyak orang suka memakan makanan pedas?
Pertanyaan ini juga sempat membuat penasaran para antropolog dan sejarawan makanan selama beberapa waktu. Apalagi, negara dengan budaya makan pedas ini sebenarnya memiliki iklim yang cenderung hangat.
Mengurangi Pembusukan
Dirangkum dari BBC, Jumat (16/02/2018), budaya makan pedas ini mungkin berkaitan dengan fakta bahwa beberapa rempah (yang memunculkan rasa panas atau pedas) bersifat anti-mikroba.
Dalam sebuah survei terhadap resep di seluruh dunia, para peneliti mencatat bahwa jumlah penggunaan rempah dalam makanan meningkat seiring peningkatan suhu tahunan rata-rata.
"Di tempat yang panas, di mana makanan yang tidak disimpan dalam lemari pendingin, pembusukan berlangsung sangat cepat. Rempah-rempah mungkin membantu makanan tetap bertahan sedikit lebih lama, atau setidaknya membuatnya lebih enak," tulis laporan BBC tersebut.
Membuat Berkeringat
Seperti yang kita tahu, mengonsumsi makanan pedas sering kali membuat kita berkeringat. Keringat ini mungkin membantu kita untuk mendinginkan diri di daerah yang panas.
Efek pendinginan eveporatif (penguapan) yang terjadi saat kita berkeringat berguna untuk menjaga keseimbangan tubuh.
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR