Dia lalu melanjutkan sementara pria lainnya memanfaatkan jaringan yang ada untuk memperluas upaya mereka untuk terhubung dengan kelompok pendukung atau menghadiri terapi. Memikirkan implikasinya terhadap layanan jasa, dia Gabriela menjelaskan bahwa pria cenderung menunggu sampai krisis terjadi sebelum mencari bantuan.
Mereka menginvestasikan banyak waktu dan upaya untuk move on serta memahami peran mereka dalam perpisahan. “Kita perlu mengkonsep ulang promosi kesehatan mental pria secara sah termasuk swadaya, sumber daya informal dan layanan kelompok pria sebaya selain layanan profesional,” jelasnya.
Dr. John Oliffe menambahkan untuk waktu yang lama ia dan tim memperlakukan perpisahan dan perceraian sebagai data demografis dengan tujuan memeriksa potensi faktor risiko pada gangguan kesehatan mental dan bunuh diri pria.
“Temuan studi saat ini memberikan konteks dan arahan penting untuk bergerak ke hulu guna membantu pria membangun hubungan yang lebih baik dan itulah fokus pekerjaan kami saat ini dengan Movember,” pungkasnya.
Baca Juga: Inilah yang Akan Terjadi Pada Tubuh Jika Mengalami Patah Hati
Source | : | The University of British Columbia |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR