Nationalgeographic.co.id—Sebelum seluas di masa kejayaannya, teritori Romawi lebih kecil dari Italia modern. Kemaharajaan itu terdiri dari dari kumpulan negara-negara kota yang bersekutu untuk menghadapi musuh bersama, Kartago, dan menjadi republik.
Kartago sendiri adalah kerajaan yang pusatnya di Tunisia kini, dan saat itu punya pengaruh besar atas bagian selatan Spanyol dan kota-kota merdeka di Pulau Sisilia. Usai Perang Punik Pertama (264 SM - 241 SM), Kartago membenah diri setelah masalah internal yang telah membuat mereka kehilangan Sardinia dan Korsika ke tangan Romawi.
Melihat Romawi makin kuat berkat sekutu-sekutu baru di Italia, jenderal Hannibal Barca dari Kartago hendak menghancurkan persekutuan itu. Ia membagi dua kekuatan, satu sisi mnegurusi perselisihan dengan Romawi di Italia dan yang lainnya mengadakan ekspedisi ke jantung Italia.
Jenderal dan negarawan Quintus Fabius Maximus punya ide agar pihak Romawi dapat melemahkan tentara Hannibal di pedesaan terbuka. Romawi dengan sistem pemilihan politik yang rapih, mengutus konsul Gaius Terentius Paullus dan Lucius Aemilius Varro pada 216 SM untuk memimpin operasi ini yang sebenarnya belum pernah memegang jabatan tinggi di bidang militer.
"Mereka sangat bertolak belakang," tulis Rupert Butler, sejarawan perang bersama tim penulis di buku Perang yang Mengubah Sejarah, Buku Pertama: dari Megiddo (1457 SM) hingga Bleinheim (1704). "Paullus lebih hati-hati, seorang yang memperhatikan anak buahnya, sementara Varro seorang yang kurang ajar dan terlalu percaya diri."
Sementara Hannibal punya masalahnya sendiri dengan ekspedisi panjangnya. Pasukannya mengambil banyak pasokan makanan di perdesaan sekitar sehingga yang tertinggal cuma cukup untuk 10 hari. Sedikitnya jarahan yang dilakukan bahkan membuat pasukan bayaran dilanda ketidakpuasan dan nyaris meninggalkan ekspedisi.
Akibatnya, ketika posisi kedua pihak cukup dekat, mereka mengalami bentrokan pada kelompok yang melakukan pengintaian dan pencari makanan. Momen ini membuat Romawi mendapatkan kemenangan awal dengan tewasnya 1.700 prajurit Kartago tewas dan hanya 100 prajurit pada Romawi. Setelah itu Paullus menghentikan pengejaran orang-orang Kartago lainnya karena mencurigai ada jebakan.
Baca Juga: Para Arkeolog Menemukan Bukti Imperialisme Romawi Yang Gagal
"Memang itulah yang direncanakan Hannibal pada malam berikutnya," terang Butler dan tim. "Pasukannya menyelinap dari perkemahan mereka dengan bersenjata lengkap dan siap tempur, meninggalkan beberapa tenda, makanan, dan harta benda di belakangnya."
Di suatu lembah dekat Cannae, pasukan Kartago diinstruksikan untuk mendaki sebuah lembah agar terlihat mundur tergesa-gesa. Sebenarnya, pasukan ini perlahan-lahan bersembunyi di kedua sisi lembah dengan membagi dua kelompok antara infanteri dan kavaleri.
Kembali pada Paullus, dia sudah melihat 'pertanda' dan kabar dari dua prajuritnya yang berhasil kabur dari tawanan Kartago. Sementara Varro nyaris masuk perangkap itu karena tergesa-gesa bergerak.
Selanjutnya, Hannibal memindahkan dirinya dan merebut pasokan besar di Cannae. Lokasi ini menempatkan dirinya berada di antara Romawi dan sumber pasokan penting mereka. Paullus dan Varro mencarinya dalam perjalanan dua hari ke selatan dan menemukan perkemahan Kartago di tepi kiri sungai Aufidus.
"Posisi Hannibal di Cannae membuatnya memiliki sejumlah keuntungan. Pertama, tentaranya ditempatkan di perbukitan sehingga memberikan mereka keuntungan berda di tempat yang lebih tinggi," urai Butler dkk. "Kedua, mereka memunggungi angin yang kuat, sehingga membuat pandangan orang yang mendekatinya terhalang.
Terakhir, keuntungan Hannibal adalah tanah sekitar yang sangat terbatas, sehingga sangat penting untuk mempersulit mobilisasi prajurit Romawi yang jumlahnya lebih banyak.
Butler dan tim memperkirakan, Kartago memiliki 50.000 pasukan yang terdiri dari 32.000 infanteri berat, 8.000 perlenkapan ringan, dan 10.000 kavaleri. Di sisi lain, Romawi punya 80.000 pasukan yang terdiri dari 58.000 legiuner, 16.000 pasukan perlengkapan ringan, dan 6.000 kavaleri.
Ketika pertempuran dimulai, Hannibal membagi tiga pasukannya, yakni padanya yang akan memajukan seluruh barisan infanteri, di bawah komando Hasdrubal untuk menghadapi Paullus, dan penunggang kuda di bawah komando Marhabal untuk sayap kanan yang menghadapi kavaleri sekutu Romawi. Jadilah formasi baru yang membentuk bulan sabit.
Sekutu Romawi itu adalah orang Syracusa yang bersenjata tombak lempar, panah, dan ketapel. Sama halnya dengan garda terdepan Kartago yang merupakan penembak ketapel dari Spanyol.
"Kavaleri Romawi sangat buruk. Mereka adalah pasukan yang paling buruk dalam tentara Romawi," jelas Butler dan tim.
"Saat itu belum ada sanggurdi sehingga dia harus menyeimbangkan dirinya, menegkram dengan lututnya dan mengontrol tali kekangnya dengan tangn kiri yang juga memegang perisai," lanjut mereka. "Pada saat yang sama, dia harus memegang tombaknya di tangan kanan, mendengarkan perintah dan berusaha menombak orang yang berhadapa dengannya sebelum dia sendiri tertusuk tombak."
Selain itu, kelemahan Romawi terletak pada kepercayaan diri kolektif untuk berperang. Akibatnya, Butler dan tim berpendapat, mereka sering membuat keputusan gegabah dan menyerang tanpa izin atasan. Perilaku seperti ini membuat Romawi sempat kehilangan puluhan ribu pasukan ketika bertempur melawan Hannibal sebelum-sebelumnya, dan tak pernah ada perubahan termasuk saat di Cannae.
Ini memberi keuntungan Hannibal, mereka berpendapat. Lewat sayap kanan, Kartago punya kontrol penuh di medan pertempuran dan kavaleri Romawi adalah kelompok yang pertama menyerah di pertempuran.
"Mereka terkurung oleh sugnai di satu sisi dan gerombolan infanteri di sisi lain," lanjut tim. "Seharusnya Romawi menempatkan semua kavaleri sebagai cadangan yang siap menerobos setiap celah atau mengksploitasi keberhasilan sebagaimana yang dituntut dan mempertahankan tepian sungai dengan infanteri."
Akibatnya, pasukan Romawi kewalahan untuk bertempur mati-matian. Pasukan Afrika Kartago menyerang infanteri Romawi. Tak lama banyak tentara Romawi yang kabur dan berantakan, kemudian diiukti oleh pasukan Kartago memburu mereka. Perburuan ini mengakibatkan tewasnya konsul Paullus yang masih berusaha bertempur.
Pertempuran berakhir. Varro berhasil lolos dengan 70 kavalerinya, 17.000 pasukan kabur ke perkemahan, dan 2.000 pasukan bersembunyi di desa Cannae. 48.000 orang tewas di laga ini dan 4.500 lainnya ditawan Kartago.
Meski hampir membunuh 80.000 prajurit Romawi di Cannae, ternyata Hannibal tidak cukup kuat untuk menaklukan Roma. Di sisi lain, jenderal Publius Scipio berhasil menaklukkan Spanyol dan menyerang Afrika untuk mengalahkan Jannibal di pertempuran Zama.
Singkatnya, Kartago kalah di Perang Punik Kedua pada 202 SM dengan kaburnya Hannibal jadi abdi raja Seleusid Antiokhus, yang kelak jadi salah satu musuh. Lalu 146 SM, Kartago takluk oleh Romawi dan tak akan pernah bangkit kembali.
Baca Juga: Berkat Mimpi, Konstantinus Agung Mengubah Sejarah Kekaisaran Romawi
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR