Nationalgeographic.co.id—Suku Manchu adalah suku Tungistic — yang berarti "dari Tunguska" — di Tiongkok Timur Laut. Awalnya disebut Jurchen, mereka adalah etnis minoritas yang menjadi asal nama wilayah Manchuria. Saat ini, suku Manchu adalah kelompok etnis terbesar kelima di Tiongkok, setelah Han, Zhuang, Uighur, dan Hui.
Penguasaan mereka yang paling awal atas Kekaisaran Tiongkok diketahui terjadi pada masa Dinasti Jin pada tahun 1115 hingga 1234. Pada akhir abad ke-17, suku ini lebih dikenal dengan nama "Manchu".
Gaya hidup dan keyakinan suku Manchu dalam sejarah Tiongkok
Berbeda dengan bangsa-bangsa di sekitarnya, seperti Mongol dan Uighur, suku Manchu adalah petani yang menetap selama berabad-abad.
“Tanaman tradisional mereka meliputi sorgum, millet, kedelai, dan apel,” tulis Kallie Szczepanski di laman Thoughtco. Mereka juga mengadopsi tanaman Dunia Baru seperti tembakau dan jagung.
Peternakan di Manchuria berkisar dari beternak sapi, lembu hingga memelihara ulat sutra. Suku Manchu juga becocok tanam dan menetap di desa-desa permanen. Meski begitu, suku Manchu memiliki kecintaan yang sama terhadap berburu dengan masyarakat nomaden di sebelah barat mereka.
Memanah sambil berkuda dulunya merupakan keterampilan yang berharga bagi pria, selain gulat dan elang. Pemburu Manchu menggunakan burung pemangsa untuk berburu unggas air, kelinci, marmut, dan hewan mangsa kecil lainnya. “Sebagian orang Manchu bahkan meneruskan tradisi pemburuan elang hingga saat ini,” ungkap Szczepanski.
Sebelum penaklukan kedua mereka atas Kekaisaran Tiongkok, orang-orang Manchu pada dasarnya adalah penganut perdukunan. Para dukun mempersembahkan korban kepada roh leluhur setiap klan Manchu. Dukun bahkan menyuguhkan tarian untuk menyembuhkan penyakit dan mengusir kejahatan.
Selama periode Dinasti Qing (1644 - 1911), agama dan kepercayaan rakyat Tiongkok mempunyai dampak yang kuat pada sistem kepercayaan Manchu. Contohnya, banyak aspek Konfusianisme yang meresap ke dalam budaya dan beberapa elite Manchu meninggalkan kepercayaan tradisionalnya.
Sebagian dari mereka pun menganut agama Buddha, khususnya Buddha Tibet yang memengaruhi kepercayaan Manchu sejak abad ke-10 hingga ke-13. Jadi hal ini sebenarnya bukanlah perkembangan yang sepenuhnya baru.
Perempuan Manchu juga jauh lebih tegas dan dianggap setara dengan laki-laki. Hal ini mengejutkan bagi orang Han. Kaki anak perempuan tidak pernah diikat dalam keluarga Manchu, karena hal itu dilarang keras. Namun demikian, pada awal abad ke-20, orang Manchu pada umumnya telah berasimilasi dengan budaya Tiongkok.
Baca Juga: Kala Keluarga Italia Habiskan Satu Dekade Demi Tiru Porselen Dinasti Ming Tiongkok
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR