Nationalgeographic.co.id—Dalam tradisi Tionghoa, perayaan awal tahun kalender Imlek tidak berhenti dalam satu hari.
Apa yang dikenal sebagai perayaan Imlek sebenarnya hanyalah tahun baru berdasarkan penanggalan bulan di kalender saja, tetapi waktu untuk menentukan masuknya tahun shio adalah kalender matahari. Misal, tahun baru Imlek 2022 ini jatuh di 1 Februari sedangkan memasuki tahun shio Macan sendiri baru jatuh di 4 Februari 2022 jam 04:50.
Biasanya, sebelum tahun baru Imlek akan diadakan sembahyang kepada leluhur, dan beberapa keluarga menjalankan tradisinya masing-masing seperti ritual buang sial atau menyantap makanan khas yang melambangkan keberuntungan.
"Saya bangga masih ada tradisi sembahyang leluhur di rumah," ungkap Flora Tan kepada National Geographic Indonesia dan laman media sosialnya. Dia adalah Pengurus Bidang Seni Budaya Putra Putri Hakka Jakarta dan giat memperkenalkan ragam sajian yang terkait dengan kebudayaan Tionghoa.
Beberapa sajian yang ada di rumahnya untuk tradisi ini terdapat samseng (ayam, ikan, babi), cukiok, babi cin, kue keranjang daun, berbagai kue, buah-buahan, arak, dan teh.
Untuk ritual membuang energi negatif, biasanya dilaksanakan dengan potong rambut dan ritual mandi.Meskipun tidak menjalani tradisi ritual mandi malam Sincia, Flora menjelaskan, ritual ini berdasarkan apa yang diajarkan dalam tradisi keluarganya. Bahan-bahan yang diperlukan adalah jeringau, jeruk purut, daun matcho, bangle, sereh, daun jeruk bali.
"Tetapi ini hanyalah kepercayaan yang bersifat umum, tetapi mengenai efektivitas apakah seseorang cocok dibersihkan energi negatifnya lewat mandi dengan bahan-bahan, harus dinyatakan lewat petunjuk ciamsi," lanjut Flora ketika dihubungi.
"Sama halnya dengan ramalan shio di media-media yang dinilai terlalu general, sedangkan nasib manusia tidak bisa digeneralisasikan. Misal, ada yang bilang shio tertentu apes di tahun berjalan tapi pada kenyataannya ada yang betul sial tapi ada juga yang mujur."
Untuk itulah ciamsi dianggap perlu dilakukan untuk mengetahui pada beberapa peristiwa yang sedang berjalan dan bersifat individual, bukan umum pukul rata, terangnya.
Ketika sesudah memasuki shio baru atau Li Chun, secara kalender adalah tanda sebagai dimulainya musim semi yang ditentukan berdasarkan metode 24 titik matahari.
Hari ini dirayakan dengan silaturahmi ke sanak keluarga, makan tujuh jenis sayur di hari ketujuh, sembahyang Yu Huang Sang Di pada hari kesembilan–bagi keturunan Hokkien–dengan mempersembahkan dua batang tebu lengkap dengan daunnya.
Hari ketujuh setelah tahun baru Imlek itu sendiri disebut dengan Renri atau Hari Manusia, ungkap Flora. Biasanya hari ini diadakan festival tradisional Tiongkok kuno ketika berharap cuaca jadi cerah bersinar sebagai pertanda keselamatan dan kelancaran sepanjang tahun yang baru.
Maka, bagi masyarakat Tionghoa, tanggal ini diadakan sembahyang untuk memohon kesehatan dan kelancaran sepanjang tahun.
Flora mengutarakan, tujuh macam sayuran adalah santapan yang memiliki harapan bagi yang mengonsumsinya. Biasanya, setiap suku punya caranya beda-beda untuk menyantap dan penggunaan bahannya.
Pertama, ada seledri yang memiliki makna rajin, tekun, dan ulet secara harfiah. Kemudian daun bawang son yang memiliki arti ketelitian, dan bawang lokio yang secara harfiah penyebutan Tionghoanya mirip dengan pemaknaan cerdas dan keterampilan.
Lalu, ada kucai sebagai simbol kelanggengan atau keabadian dan sawi pahit sebagai simbol kekayaan. Tetapi versi lain mengatakan sawi pahit juga memiliki arti sebagai pandai berencana atau bersiasat, ujar Flora. Kekayaan juga menjadi makna pada kembang tahu.
Daun ketumbar bisa digunakan dalam sayuran yang dipilih karena bermakna hubungan atau persatuan, dan selada yang berarti hidup atau penuh semangat. Terakhir, sayur yang bisa digunakan adalah sawi putih karena bermakna kejernihan atau bersih secara harfiah.
"Di Jakarta sendiri sayur tujuh rupa bisa dicari di pasar-pasar yang banyak terdapat etnis Tionghoa dalam bentuk ikatan tujuh sayur mentah, seperti Pasar Muara Karang, Pasar Petak Sembilan," terangnya.
"Saya pribadi biasanya makan di rumah makan vegetarian yang khusus menyajikan menu ini saat hari Renri. Namun tradisi ini sendiri sudah tidak banyak diketahui apalagi dijalankan oleh etnis Tionghoa Indonesia.
Baca Juga: Tahun Baru Imlek, Ajang Reuni Keluarga dan Migrasi Manusia Terbesar
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR