Nationalgeographic.co.id - Hampir seratus tahun yang lalu, Albert Einstein dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisika untuk karyanya pada efek fotolistrik. Juri belum benar-benar memahami teori relativitas revolusionernya, tetapi Einstein juga telah melakukan pekerjaan terobosan tentang efek fotolistrik. Dengan analisisnya, ia mampu menunjukkan bahwa cahaya terdiri dari paket energi individu, yang disebut foton. Ini adalah konfirmasi yang menentukan dari hipotesis Max Planck bahwa cahaya terdiri dari kuanta, dan membuka jalan bagi teori kuantum modern.
Meskipun efek fotolistrik dalam molekul telah dipelajari secara ekstensif sementara itu, belum mungkin untuk menentukan evolusinya dari waktu ke waktu dalam pengukuran eksperimental.
Berapa lama waktu yang diperlukan setelah kuantum cahaya menabrak molekul agar elektron terlepas ke arah tertentu? "Lamanya waktu antara penyerapan foton dan emisi elektron sangat sulit diukur karena hanya dalam hitungan attoseconds," jelas Till Jahnke, PhD-supervisor Jonas Rist. Ini sesuai dengan hanya beberapa osilasi ringan. "Sejauh ini tidak mungkin untuk mengukur durasi ini secara langsung, itulah sebabnya kami sekarang menentukannya secara tidak langsung," imbuhnya.
Untuk tujuan inilah, para ilmuwan menggunakan mikroskop reaksi COLTRIMS, yakni alat pengukur yang dapat mempelajari atom dan molekul dengan sangat rinci. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Communications pada 17 November 2021 dengan judul "Measuring the photoelectron emission delay in the molecular frame".
Para peneliti menembakkan cahaya sinar-X yang sangat intens. Cahaya ini dihasilkan oleh sumber radiasi sinkrotron BESSY II dari Helmholtz-Zentrum Berlin. Ia ditembakkan pada sampel karbon monoksida di tengah mikroskop reaksi.
Baca Juga: Inilah Foto Atom Beresolusi Tertinggi yang Diabadikan Para Ilmuwan
Molekul karbon monoksida terdiri dari satu atom oksigen dan satu atom karbon. Cahaya sinar-X sekarang memiliki jumlah energi yang tepat untuk melepaskan salah satu elektron dari kulit elektron terdalam atom karbon. Akibatnya, fragmen molekul. Atom oksigen dan karbon serta elektron yang dilepaskan kemudian diukur.
"Dan di sinilah fisika kuantum berperan," jelas Rist. "Emisi elektron tidak terjadi secara simetris ke segala arah," lanjutnya.
Karena molekul karbon monoksida memiliki sumbu yang menonjol, elektron yang dipancarkan, selama mereka masih berada di sekitar molekul, masih dapat dipengaruhi oleh medan elektrostatiknya. Ini menunda pelepasan sedikit dan untuk tingkat yang berbeda tergantung pada arah di mana elektron dikeluarkan.
Sebagaimana sesuai dengan hukum fisika kuantum, elektron tidak hanya memiliki sifat partikel tetapi juga sifat gelombang, yang pada akhirnya bermanifestasi dalam bentuk pola interferensi pada detektor.
Baca Juga: Eksperimen Fisika Ini Bisa Mengubah Materi Jadi Tak Terlihat
"Berdasarkan efek interferensi inilah, yang dapat kami ukur dengan mikroskop reaksi, durasi penundaan dapat ditentukan secara tidak langsung dengan akurasi yang sangat tinggi, bahkan jika interval waktunya sangat singkat. Namun, untuk melakukan ini, kami harus memanfaatkan beberapa kemungkinan trik yang ditawarkan oleh fisika kuantum," tutur Rist.
Di satu sisi, pengukuran menunjukkan bahwa memang hanya dibutuhkan beberapa lusin attosecond untuk memancarkan elektron. Di sisi lain, mereka mengungkapkan bahwa interval waktu ini sangat bergantung pada arah di mana elektron meninggalkan molekul, dan bahwa waktu emisi ini juga sangat bergantung pada kecepatan elektron.
Pengukuran ini tidak hanya menarik untuk penelitian fundamental di bidang fisika. Model yang digunakan untuk menggambarkan jenis dinamika elektron ini juga relevan untuk banyak proses kimia di mana elektron tidak dilepaskan seluruhnya, tetapi ditransfer ke molekul tetangga, misalnya, dan memicu reaksi lebih lanjut di sana.
"Di masa depan, eksperimen semacam itu juga dapat membantu untuk lebih memahami dinamika reaksi kimia," kata Jahnke.
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR