Nationalgeographic.co.id—Di dalam Maritime Museum - Shipwreck Galleries di Australia, terdapat sebagian lambung kapal dagang Hindia Belanda (VOC) yang bernama Batavia. Selain itu, ada juga replika gerbang Kastel Batavia.
Gerbang nan malang ini mengalami nasib mengenaskan. Ia terbenam bersama kapal Batavia selama sekitar 343 tahun sampai akhirnya diselamatkan lewat sebuah proyek ekskavasi pada tahun 1963.
Upaya ekskavasi ini berhasil mengangkut sebagian "harta karun" kapal. Mulai dari bagian lambung kapal, meriam, pistol, koin, peralatan makan serta kain-kain berenda yang dibuat dengan pola khusus sebagai penanda hanya dimiliki oleh kapal Batavia.
Pelayaran perdana kapal dagang Batavia dimulai pada akhir Oktober 1628 dari Texel, Negeri Belanda. Tidak dinyana, di awal keberangkatan telah muncul berbagai ambisi pribadi yang mendorong terjadinya pemberontakan di kapal ini.
Komandan kapal Batavia adalah Kapten Francisco Pelsaert. Nakhodanya adalah Ariaen Jacobsz. Kemudian ada juga Jeronimus Cornelisz sebagai tangan kanan Francisco Pelsaert, sebagaimana dituturkan oleh Ady Erlianto Setyawan, penulis dan pemerhati sejarah sekaligus pendiri komunitas pencinta sejarah Roodebrug Soerabaia.
Ady, yang baru-baru ini menerbitkan buku bertajuk Tragedi Batavia 1629 menjelaskan bahwa kapal Batavia berlayar dari Belanda bersama denga beberapa kapal lainnya.
"Yang istimewa dari kapal Batavia adalah dia membawa pintu gerbang kastel kota Batavia," ujar Ady dalam acara Bincang Redaksi 43 National Geographic Indonesia yang bertajuk Selidik Gerbang Kastel Batavia yang Tak Sampai pada Senin malam, 21 Februari 2022.
Untuk menambah semangat awak kapal, VOC menjanjikan uang bonus 600 gulden buat komandan, nakhoda, dan juru mudi jika bisa sampai Jawa dalam waktu enam bulan. Bonus 300 gulden jika bisa sampai Jawa dalam waktu 7 bulan. Atau 150 gulden jika bisa sampai lokasi tujuan sebelum memasuki bulan ke-9.
"Tapi faktanya para pelaut tidak pernah peduli (pada janji bonus tersebut). Karena mereka sadar soal jarak yang jauh, tantangan alam yang berat, dan tidak ada yang bisa memberi perintah pada alam," ujar Ady.
Kondisi yang dialami para awak kapal dagang VOC, termasuk kapal Batavia, saat berlayar kala itu sungguhlah keras dan berat. Mereka tidak pernah mandi, tidak pernah sikat gigi dan air bersih sangatlah terbatas di atas kapal.
"Mereka mencuci dengan air kencing sendiri. Mereka juga mengalami ancaman skorbut. Skorbut itu infeksi gusi karena mereka tidak pernah sikat gigi dan kekurangan vitamin C," beber Ady berdasarkan catatan-catatan sejarah tertulis yang pernah ia kaji.
"Seorang awak kapal pada abad 17 menuliskan dalam catatannya, 'Gusi saya mengeluarkan darah hitam dan busuk. Setiap hari saya menggunakan pisau untuk mengiris daging guna mengeluarkan darah hitam, berkumur dengan kencing sendiri sekeras-kerasnya. Saya kesulitan mengunyah dan lebih sering langsung menelan'," cerita Ady.
Baca Juga: Kisah Tragis Zaman VOC: Bangkai Kapal Batavia dan Kekejian Perompak
Baca Juga: Bangkai Kapal Batavia Ungkap Rahasia Dominasi Pelaut VOC Belanda
Skorbut adalah penyakit paling mematikan bagi para awak kapal kala itu. Belakangan, diketahui bahwa penyakit ini disebebakan oleh kurangnya asupan vitamin C untuk tubuh. Oleh karena itu, pada tahun-tahun berikutnya para pelaut mulai membawa banyak lemon untuk perbekalan mereka di kapal.
Selain menghadapi ancaman skorbut, para awak kapal Batavia juga mengalami perpecahan karena ketegangan yang terjadi di atas kapal. Ketika memasuki Tanjung Harapan di Afrika, terjadi konflik terbuka antara Francisco Pelsaert sang komandan dengan Ariaen Jacobsz sang nakhoda.
"Jeronimus Cornelisz kemudian masuk ke dalam konflik dengan manghasut Ariaen Jacobsz untuk melakukan pemberontakan. Jadi, dua dari tiga orang penting di atas kapal punya rencana memberontak, membunuh Pelsaert, kemudian menggunakan kapal Batavia sebagai kapal bajak laut untuk memangsa kapal-kapal VOC lainnya. Jeronimus dan Ariaen ini kemudian menghasut satu demi satu awak kapal," tutur Ady.
"Tapi sebelum pemberontakan itu meletus, kapal ini menabrak karang di perairan barat Australia (pada Juni 1629) dan kebetulan berada di dekat pulau-pulau kecil. Sebagian besar penumpang ini bisa diselamatkan bersama sebagian harta. Pelsaert sebagai komandan meninggalkan mereka semua menaiki perahu kecil mencari bantuan ke Batavia. Ia pergi ke sana bersama nakhodanya."
Jeronimus Cornelisz yang sebelumnya mempunyai ide menghasut untuk memberontak kemduian memegang komando tertinggi di pulau-pulau kecil tempat ia dan para penyintas lainnya tinggal. Ia memodifikasi ide memberontakanya dengan membajak kapal penolong yang datang dan menjadikannya kapal perompak.
Rencana membajak kapal penolong yang datang ini berjalan mulus. Cornelisz kemudian memecah kekuatan para penyintas dengan membagianya menjadi tiga kelompok yang tinggal di pulau-pulau kecil tadi.
Kelompok yang kuat dan tidak mudah dihasut kemudian ditempatkan di pulau yang paling jauh dengan dalih dikirim untuk mencari sumber air. "Dari situ, dimulailah teror pemubunuhan oleh Jeronimus Cornelisz dan para anak buahnya. Perempuan-perempuan yang tertinggal di situ dijadikan budak pemuas nafsu. Dan teror ini berlangsung selama berminggu-minggu."
Teror dan cara Jeronimus Cornelisz membunuh sungguh kejam dan di luar nalar manusia. Tapi akhirnya dia dan para pengkhianat lainnya berhasil ditumpas oleh pasukan Pelsaert yang dikirim oleh Gubernur Jenderal Batavia Jan Coen dengan kapal Sardam.
Pelsaert awalnya dikirim untuk menyelamatkan para penyintas lain dan menyelamatkan harta-benda yang masih tersimpan di bangkai kapal Batavia. Namun setibanya di Kepulauan Wallabi dekat terumbu karang Morning Reef tempat kapal Batavia karam, ia mendapati bahwa telah terjadi peristiwa dahagi berdarah di antara para penyintas. Saat itulah Pelsaert dan pasukannya segera mengejar dan menumpas Cornelisz dan para pemberontak lainnya.
Harta karun dari kapal Batavia belum sepenuhnya bisa ditemukan hingga sekarang. Salah satu bagian yang telah ditemukan adalah batu gerbang untuk Kastel batavia.
Pertanyaannya, kenapa para pelaut VOC rela jauh-jauh membawa gerbang kastel dari Belanda untuk ditempatkan di Batavia? Apakah tidak lebih baik membuat gerbang di Batavia langsung saja?
Baca Juga: Jelang 400 Tahun Kastel Batavia, Arkeolog Menyingkap Satu Bastionnya
Baca Juga: Kisah Paket yang Tak Sampai: Tenggelamnya Gerbang Kota Batavia
Ady menjelaskan bahwa VOC berusaha membuat Kastel Batavia ini semirip mungkin dengan bangunan yang ada di Belanda agar orang-orang Belanda kerasan berada di sana. "Tapi yang terpenting adalah, gerbang kastel ini dibawa dari Belanda karena berfungsi sebagai ballast atau pemberat kapal," papar Ady.
"Jadi kapal itu butuh pemberat. Jadi ketika ke sini, mereka bawa batu-batu itu sebagai pemberat kapal. Ketika sampai di Nusantara, batu-batu dikeluarkan semua dan dipakai untuk membangun benteng dan permukiman. Ketika balik ke Belanda, mereka menjejalkan sebanyak mungkin rempah-rempah ke kapal yang kosong itu sebagai pemberat kapal juga."
Menurut catatan sejarah, masih banyak harta karun yang belum ditemukan dari lokasi karamnya kapal Batavia. Apakah kelak para arkeolog bawah air atau para pencari harta karun bisa menemukan dan mengangkutnya untuk mengungkap lebih banyak sejarah atas tragedi kapal ini?
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR