Nationalgeographic.co.id—Dini hari, 26 April 1986, pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl di Ukraina meledak. Ledakan ini merupakan bencana nuklir terburuk yang pernah ada di dunia.
Konflik Rusia-Ukraina menimbulkan ancaman bagi daerah di sekitar Chernobyl. Pasalnya tempat itu masih mengandung limbah nuklir. Apa yang terjadi jika Chernobyl dibom dan meledak?
"Pembela kami memberikan hidup mereka sehingga tragedi 1986 tidak akan terulang kembali," tutur Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy lewat ciutan di laman Twitter. "Ini adalah deklarasi perang melawan seluruh Eropa," tambahnya.
Beberapa tokoh masyarakat menyatakan ketakutan bahwa penembakan di sekitar Chernobyl dapat menyebarkan bahan radioaktif. Penyebaran ini berpotensi melampaui zona eksklusi Chernobyl - daerah terlarang di sekitar bencana - bahkan sampai negara-negara tetangga.
Chernobyl adalah lokasi dari empat reaktor nuklir, tiga di antaranya telah dinonaktifkan. Yang keempat adalah sumber ledakan bersejarah pada tahun 1986. Kini, reaktor itu dilindungi oleh sarkofagus beton bagian dalam dan cangkang luar baru seberat 32.000 ton. Bahan bakar nuklir bekas dari reaktor lain masih tersimpan di lokasi, bersama dengan limbah radioaktif dari peralatan yang terkontaminasi.
Meskipun reaktor tertutup, radiasi telah mencemari seluruh situs. Faktanya, lusinan elemen radioaktif diluncurkan ke udara selama ledakan. Beberapa di antaranya dianggap paling berbahaya bagi kehidupan, termasuk isotop yodium 131, strontium 90, cesium 134 dan cesium 137. Isotop strontium dan cesium memiliki waktu paruh yang cukup lama sehingga mereka masih bertahan di lokasi tersebut, menurut Badan Energi Atom Internasional.
Anton Gerashchenko, penasihat dan mantan wakil menteri di Kementerian Dalam Negeri Ukraina, juga mengungkapkan kekhawatirannya lewat laman Facebook. "Jika akibat serangan artileri, fasilitas penyimpanan limbah nuklir dihancurkan, debu radioaktif dapat menutupi wilayah Ukraina, Belarus, dan negara-negara Uni Eropa!" unggahnya.
Tetapi kenyataannya mungkin tidak begitu mengerikan, menurut Edwin Lyman, direktur keselamatan tenaga nuklir di Union of Concerned Scientists. "Bahkan jika ada penembakan yang tidak disengaja. Dibutuhkan lebih dari penembakan untuk memobilisasi sejumlah besar bahan radioaktif," kata Lyman kepada Live Science.
Baca Juga: Generasi Putin, Bagaimana Remaja Rusia Memandang Presiden Mereka?
Baca Juga: Rupa Area Hasil Radiasi Uji Senjata Nuklir Amerika dan Rusia
Baca Juga: 'Teror Merah', Pembantaian Brutal Jadi Pembuka Jalan Berdirinya Soviet
Bahan bakar bekas atau unsur radioaktif yang digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik meluruh menjadi unsur yang lebih stabil.
"Kekhawatiran paling serius adalah penyimpanan basah bahan bakar bekas. Karena itu mungkin jumlah bahan radioaktif paling terkonsentrasi di lokasi," imbuh Lyman. Umumnya, bahan bakar nuklir bekas masih memiliki panas peluruhan. Jadi jika disimpan di gudang basah, harus ada cara untuk menghilangkan panas itu.
Bahan bakar itu telah mendingin setidaknya selama beberapa dekade. Namun jika ada gangguan pada pendinginan atau kebocoran yang menyebabkan air mengalir, maka bahan bakar itu bisa memanas hingga terbakar. Hal ini bisa menjadi ancaman terbesar bagi Chernobyl.
Namun menurut Lyman, pembakaran seperti itu bisa memakan waktu berhari-hari atau berminggu-minggu.
Kekhawatiran yang lebih baru melibatkan peningkatan tingkat radiasi di sekitar fasilitas. Peningkatan ini kemungkinan besar akibat debu radioaktif yang diterbangkan oleh kendaraan militer. Tetapi jenis debu dan dosis radiasi yang diukur menunjukkan bahwa ini mungkin tidak terlalu menjadi ancaman. Peningkatan sementara ini tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.
"Tingkat dosis yang mereka temukan tidak jauh lebih besar dari tingkat dosis biasa di daerah itu," ungkapnya lagi.
Meski demikian, ancaman konflik Rusia-Ukraina serta potensi Chernobyl menjadi target adalah hal yang perlu dipertimbangkan. Terutama tentang rencana perluasan tenaga nuklir ke bagian dunia yang saat ini memiliki wilayah yang lebih tidak stabil.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR