Oleh Julia Ioffe
Foto oleh Gerd Ludwig
Dua puluh lima tahun setelah pecahnya Uni Soviet, banyak remaja Rusia mendambakan stabilitas zaman tersebut—dan melihat sosok pahlawan pada presiden mereka.
Nationalgeographic.co.id—Pemuda itu tidak tahu ke mana harus mengajak saya saat kami bertemu di hotel dekat stasiun kereta api. Jadi, kami berjalan menyusuri jalanan di Nizhniy Tagil, kota industri yang makin terpuruk di lereng timur Pegunungan Ural. Namanya Sasha Makarevich, tukang semen berusia 24 tahun.
Kami berjalan melewati gedung berlantai satu yang diselimuti gambar bintang merah Soviet dan pita St. George berwarna jingga dan hitam disemati medali militer kerajaan, Soviet, dan Rusia. “Kita dapat masuk ke sini,” kata Sasha sambil mengangkat bahu. “Tetapi, di dalam banyak orang yang mengalami dekade Sembilan Puluhan.”
Sasha juga mengalami dekade Sembilan Puluhan. Pada Desember 1991, hanya beberapa bulan sebelum dia lahir, bendera Soviet diturunkan di Kremlin dan bendera triwarna Rusia dinaikkan. Harapan bahwa rakyat Rusia akan mulai hidup seperti rakyat di negara-negara Barat yang sejahtera, membuka jalan menyambut realitas menyakitkan: Sungguh upaya yang sangat sulit untuk mengubah ekonomi terpimpin menjadi ekonomi pasar, menciptakan demokrasi di kalangan masyarakat yang berabad-abad hidup di bawah monarki absolut dan pemerintah yang totaliter.
Saya tidak pernah mengalami dekade Sembilan Puluhan itu. Keluarga saya meninggalkan Moskow pada April 1990. Saat untuk pertama kalinya saya kembali pada 2002, era Presiden Vladimir Putin, sang penyelamat gejolak dekade Sembilan Puluhan, Rusia sedang mengalami perubahan besar-besaran. Sejak itu, saya kembali ke Rusia berulang kali dan tinggal di negara itu selama beberapa tahun sebagai wartawan.
Sebagian besar orang Rusia yang saya kenal, sampai batas tertentu, dipengaruhi oleh pemerintahan Soviet yang berlangsung selama 74 tahun. Kami tahu pengalaman pribadi mendalam, tentang riwayat dan tragedi keluarga kami dalam skala kecil, jika dibandingkan dengan tragedi dan sejarah negeri itu dalam skala yang lebih besar. Namun, generasi yang saat ini sedang tumbuh hanya mengenal Rusia yang tertekan oleh sejarah dekade Sembilan Puluhan dan dipimpin dengan tangan besi oleh Putin. Tahun ini—25 tahun setelah runtuhnya Uni Soviet—saya kembali untuk menemui generasi muda seperti Sasha. Siapakah mereka? Apa yang mereka inginkan dari kehidupan mereka? Apa yang mereka inginkan untuk Rusia?
di nizhniy tagil, kata Sasha, “banyak sekali pabrik dan penjara.” Dulu, kota ini terkenal karena memproduksi gerbong kereta api dan tank Uni Soviet, sekarang terkenal karena pabrik yang tidak berproduksi lagi, pengangguran, dan Vladimir Putin. Ketika Putin mengumumkan, pada 2011, niatnya untuk kembali meneruskan masa jabatan presiden untuk ketiga kalinya, unjuk rasa terjadi di Moskow dan kota-kota besar lainnya. Para pengunjuk rasa sebagian besar berasal dari kalangan muda, berpendidikan, kelas menengah perkotaan.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR