Dari mana, tanya saya. Dari Nizhniy Tagil?
“Bukan,” jawabnya. “Keluar dari Rusia.”
Setelah mendengar gertakan patriotiknya tadi, perkataannya sungguh tak terduga. Mengapa, tanya saya.
“Tidak ada yang bisa dikerjakan di sini,” katanya tanpa terdengar getir. “Tak ada peluang, tak ada kesempatan tumbuh dan berkembang, dan membuat diri saya berguna.”
“mereka yang lahir di era Uni Soviet dan yang lahir setelah negara itu tercerai berai tidak memiliki pengalaman yang sama,” begitu yang ditulis Svetlana Alexievich, pemenang Hadiah Nobel untuk sastra pada 2015. “Mereka seperti berasal dari dua planet yang berbeda.”
Uni Soviet tenggelam dalam gelombang optimisme. Banyak yang percaya, Rusia akan cepat berkembang menjadi negara demokrasi gaya Barat. Namun, optimisme 1991 lenyap dalam satu dekade yang sarat dengan kontradiksi mencekam. Dengan berakhirnya ekonomi terpimpin, muncul kekayaan tak terhingga atau memasuki kelas menengah baru bagi sebagian orang, sementara sebagian lainnya terhempas ke jurang kemiskinan. Barang yang semula tak tersedia kini membanjiri deretan rak toko, sedangkan uang untuk membelinya berangsur kehilangan nilai. Dunia politik mulai terbuka bagi umum, namun banyak orang Rusia melihatnya sebagai bisnis kotor.
Rakyat Rusia berjuang untuk menyesuaikan diri dengan realitas yang asing ini. Masa itu adalah masa kebebasan yang belum pernah dialami, tetapi banyak yang merasa bahwa kebebasan baru itu sangat membingungkan. “Ketika nilai-nilai (Barat) ini berhadapan dengan realitas dan orang menyadari bahwa perubahan itu berlangsung terlalu lambat, nilai-nilai ini pun surut kembali,” kata Natalia Zorkaya, sosiolog di Levada Center, sebuah organisasi jajak pendapat independen di Moskow. Sebaliknya, katanya, generasi muda mengadopsi “pilar-masyarakat Soviet.”
Sasha, Alexander, Stepan, dan teman-teman mereka, mengalami kehidupan di masa yang berbeda dengan yang dialami orang tua dan kakek-nenek mereka. Tetapi, dalam beberapa hal sikap mereka bahkan menjadi lebih Soviet. Perubahan yang aneh: Kaum muda ini tidak tahu banyak perihal hidup kekurangan, kebiasaan, dan kesengsaraan hidup di masa Uni Soviet. Generasi Putin tidak diajari tentang penderitaan hidup ini. Keinginan mereka mengenai kehidupan normal yang tenteram—keluarga yang utuh, pekerjaan yang dapat diandalkan, kalau bisa juga pekerjaan yang memuaskan—adalah reaksi mereka terhadap hal-hal yang tidak ada pada dekade Sembilan Puluhan dan mereka dapatkan di masa Putin.
Namun, mereka merasa sangat tidak aman. Enam puluh lima persen rakyat Rusia yang berusia antara 18 dan 24—generasi pertama yang lahir setelah pecahnya Soviet—merencanakan hidup tidak lebih dari satu atau dua tahun ke depan, menurut Levada Center. Mereka pasif dalam dunia politik: 83 persen mengatakan mereka tidak ikut serta dalam kegiatan masyarakat politik ataupun sipil.
liza menemui saya di sebuah lobi putih yang gemerlap. Ia meminta saya tidak menggunakan nama belakangnya karena tidak ingin mengecewakan orang tuanya.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR