Nationalgeographic.co.id—Saat harta karun firaun dibawa ke London, Patricia Clavin melihat bagaimana penemuan makamnya beresonansi dengan pertumpahan darah – dan konsumerisme – di awal abad ke-20.
Saat makam Raja Tutankhamun dibuka pada bulan November 1922, dunia terpikat olehnya. Bagi arkeolog, penjelasan tentang pemujaan terhadap Firaun Tutankhamun terletak pada kekayaan luar biasa dari penemuan tersebut. Terutama karena banyak makam yang dirampok dari barang-barang makamnya. Serta dalam hal mistis seputar kematian dini raja muda dan Lord Carnarvon, yang mendanai penggalian tersebut.
Koleksi harta karun Tutankhamun terbesar yang dibawa ke luar Mesir dipamerkan di Saatchi Gallery di London. Setelahnya, penemuan makam Tutankhamun jelas masih memiliki daya tarik global di abad ke-21.
Pada tahun 1922, Howard Carter, ahli arkeologi Inggris yang menemukan makam tersebut, terjebak di tengah badai politik. Mesir baru saja mengalami transformasi politik. Pemerintah baru pun melakukan kontrol ketat terhadap artefak dari makam Tutankhamun.
Lord Carnavon pun mengumpulkan uang guna membiayai proses penggalian, pelestarian, dan membuat daftar kekayaan makam yang rumit. Ia menandatangani kesepakatan eksklusif dengan surat kabar The Times. Kesepakatan tersebut memberi The Times hak tunggal untuk memasok berita dan foto kepada pers dunia. Pada saat itu, pengaturan semacam ini sangat tidak biasa.
Cat Warsi, asisten arsiparis di Griffith Institute di Oxford, berpendapat bahwa dukungan finansial dan minat media yang berkelanjutan sangat penting. Pasalnya, penggalian tersebut adalah penggalian yang mahal yang pada akhirnya memakan waktu hampir 10 tahun.
Lampu, kamera, aksi
Harry Burton merupakan fotografer seni kelahiran Inggris di Metropolitan Museum of Art di New York. Burton didatangkan untuk memotret penggalian tersebut. Pendekatannya sangat teliti dan dramatis. Ia memotret objek dari berbagai sudut dengan pencahayaan dan penataan khusus yang dikembangkan dalam industri film di Hollywood saat itu.
Penggalian tersebut mengungkapkan bahwa dunia terpesona oleh harta karun tersebut. Paul Collins, kurator Ashmolean Museum di Oxford, mengatakan bahwa ‘Egyptomania’ ini dipicu oleh badai teknologi yang sempurna. Di masa itu, radio, telegram, surat kabar yang beredar luas, dan film bergerak bersatu sehingga setiap orang dapat menikmati kisah Tutankhamun.
Foto-foto Burton mengungkapkan lebih dari 5.000 objek yang dijejalkan ke dalam makam kecil tersebut. Di antara patung-patung dan perhiasan emas yang indah, kotak-kotak dan perahu-perahu yang dihias. Bahkan ada kereta-kereta perang yang dibongkar. Ada juga tanda-tanda kehidupan sehari-hari, seperti roti tawar, potongan daging, dan keranjang berisi buncis, kacang lentil, dan kurma. Bahkan ada untaian bunga.
Penemuan-penemuan tersebut menginspirasi desain mode tahun 1920-an. Motif-motif Mesir yang umum berupa ular, burung, dan bunga teratai muncul pada desain pakaian eksklusif, Bahkan ada barang-barang konsumsi yang diproduksi secara massal dan tersedia untuk semua orang.
Baca Juga: Mengapa Kisah Kutukan Firaun Tutankhamun Masih Saja Menarik Perhatian?
Source | : | BBC |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR