Nationalgeographic.co.id - Bakteri di usus punya peran yang baik untuk saluran pencernaan kita. Mereka berperan untuk kesehatan, menyediakan energi dan vitamin, dan melawan bakteri jahat yang merugikan pencernaan seperti infeksi.
Namun, penelitian terbaru mengungkapkan bakteri punya kemampuan yang "menakutkan". Kemampuan ini adalah menghidupkan kembali virus aktif yang tersembunyi di dalam mikroba lain yang disebabkan oleh suatu senyawa.
Temuan itu diungkapkan para peneliti di Nature pada 23 Februari 2022 yang penulis utamanya adalah Justin Silpe dari Department of Chemistry and Chemical Biology di Harvard University, Amerika Serikat. Mereka menulis, terdapat molekul senyawa yang samar disebut colibactin dapat membangunkan kembali virus pembunuh yang telah lama terlelap.
Seperti yang dipaparkan sebelumnya, bakteri baik di usus bisa melawan bakteri jahat, mereka menghasilkan senyawa berbahaya untuk menyerang satu sama lain di bagian usus yang sempit.
"Itu tidak secara langsung membunuh organisme target, yang biasanya kita pikirkan tentang racun bakteri dalam kelompok mikroba," jelas Emily Balskus, salah satu penulis makalah dari Harvard University dan penyelidik di laboratorium penelitian ini.
Baca Juga: Camu-Camu Berry, Buah dari Amazon Dapat Membantu Mengobati Kanker
Baca Juga: Sains Terbaru: Ternyata Ada 'Pesta Seks' Bakteri di Usus Kita
Melansir Science Daily, dia menambahkan, sebagai gantinya colibactin mengubah sel mikroba dan mengaktifkan virus yang terpendam nan mematikan yang tersimpan dalam genom beberapa bakteri.
Sebenarnya, telah lama para ilmuwan telah mengetahui bahwa colibactin dapat merugikan sel manusia. Beberapa makalah, telah menunjukkan bahwa molekul senyawa ini dapat merusak DNA yang menyebabkan kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah penyakit ketika sel-sel di usus atau rektum tumbuh tak terkendali yang kadang disebut sebagai kanker usus besar.
Sampai saat ini para ilmuwan menduga colibactin adalah salah satu dari banyak senyawa yang dibuat oleh suatu mikroba. Salah satu kasusnya, pada penelitian tahun 2006 di jurnal Science berjudul "Escherichia coli Induces DNA Double-Strand Breaks in Eukaryotic Cells", mendapati sel mamalia yang menghadapi bakteri usus E. coli mengalami kerusakan fatal pada DNA mereka.
Temuan terdahulu itu menghubungkan kerusakannya dengan sekelompok gen E. coli yang mengodekan komponennya untuk membuat molekul kompleks colibactin. Akan tetapi, para peneliti dari Prancis itu masih terbatas mempelajarinya karena sulit memisahkannya dengan E. coli yang membuatnya.
Apa yang dilakukan Balskus dan tim, melalui makalahnya yang berjudul "The bacterial toxin colibactin triggers prophage induction", mengonfirmasi dengan membuka pemahaman tentang hubungan antara colibactin dan penyakit lebih rinci. Mereka mempelajari selama 10 tahun untuk mempelajari komponen mikroba yang menghasilkannya, dengan menyatukan struktur colibactin.
Tim peneliti memandang, kemampuan colibactin ini disebut sebagai "materi gelap kimiawi" yang diibaratkan partikel materi gelap yang tidak terlihat di luar angkasa. Cara mempelajarinya membutuhkan cara yang kreatif lewat eksplorasi kimia mikroba usus, terang Balskus, yang merupakan pendekatan tidak langsung untuk memeriksa molekul yang rumit ini.
Balskus dan rekan-rekan berhipotesis bahwa ada faktor lain yang membuat colibactin memengaruhi mikroba lain. Faktor itu adalah pihak ketiga yang merupakan virus yang menginfeksi bakteri. Mereka mencoba untuk menumbuhkan penghasil colibactin bersama bakteri pembawa virus yang tidak aktif. Hasilnya, ternyata jumlah partikel virus melonjak dan pertumbuhan berbagai bakteri yang menyimpan virus malah menurun.
Baca Juga: Para Ilmuwan AS Menemukan Cara Virus Memicu Penyakit Autoimun
Baca Juga: Gejalanya Sama dengan COVID-19, Apakah Flu Rusia dari Virus yang Sama?
Para peneliti menyimpulkan bahwa colibactin memicu lonjakan infeksi aktif yang membunuh sel. Karena molekul ini ketika memasuki bakteri dapat merusak DNA, akibatnya menjadi "alarm seluler yang membangunkan virus".
"Kami selalu curiga bahwa bakteri membuat racun ini untuk menargetkan bakteri lain dalam beberapa cara," kata Balskus. "Tidak masuk akal dari perspektif evolusi bahwa mereka mendapatkannya untuk menargetkan sel manusia."
Dia menerangkan, ternyata ada banyak mikroba dalam usus kita yang memiliki perlindungan diri dari colibactin, berdasarkan identifikasi di laboratorium.
Di sisi lain, walau colibactin berbahaya tetapi bisa jadi punya fungsi lebih dari sekadar senjata mematikan, seperti memanfaatkan perubahan genetik dari kerusakan DNA dan virus yang berpotensi untuk bakteri penghasil colibactin.
Sementara kanker usus, Balskus dan timnya berpendapat bahwa itu adalah kerusakan tambahan yang disebabkan oleh semua yang dilakukan bakteri colibactin.
"Kunci untuk mencegah kanker mungkin dengan memahami efek colibactin pada komunitas mikroba dan bagaimana produksinya dikendalikan," lanjutnya mengenai rencana penelitian berikutnya untuk mengetahui bagaimana senyawa ini dapat mengubah kelompok mikroba di dalam usus.
Source | : | Science Daily,Nature,Science |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR