Nicolaus dari Damaskus mencatat bahwa para konspirator mempertimbangkan sejumlah rencana untuk membunuh Caesar. Mereka akhirnya memutuskan untuk menyerang di Senat, di mana toga mereka akan melindungi pedang mereka.
Desas-desus tentang rencana pembunuhan pun beredar. Beberapa teman Caesar mencoba menghentikannya pergi ke Senat. Dokternya khawatir dengan pusing yang dideritanya. Sstrinya, Calpurnia, mengalami mimpi buruk. Semua ini menjadi pertanda agar Caesar tidak pergi ke Senat. Namun Brutus meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.
Di Senat, salah satu komplotan, Tilius Cimber, mendekati Caesar dengan dalih memohon saudaranya yang diasingkan. Ia meraih toga Caesar untuk mencegahnya berdiri. “Ini juga sebagai tanda bagi yang lain untuk menyerang Caesar,” ungkap Colin.
Nicolaus menggambarkan adegan kacau dengan para pria saling melukai saat mereka berebut untuk membunuh Caesar. Begitu Caesar turun, lebih banyak konspirator bergegas masuk, mungkin ingin menorehkan jejak mereka dalam sejarah. Caesar dilaporkan ditikam sebanyak 23 kali.
Di saat-saat terakhir, Caesar melontarkan kata-kata terakhirnya yang terkenal, "Et tu, Brute?"
Imbas pembunuhan Caesar: ambisi republik menjadi bumerang, perebutan kekuasaan pun terjadi
Berharap diarak bagai pahlawan, para pembunuh berlari ke jalan-jalan mengumumkan kepada orang-orang Romawi bahwa mereka bebas.
Tapi Caesar sangat populer di antara rakyatnya, mereka terbiasa menyaksikan kemenangan militer Romawi. Dan juga diperlakukan dengan baik serta mendapatkan hiburan publik Caesar yang mewah. Pendukung Caesar siap menggunakan kekuatan rakyat ini untuk mendukung ambisi mereka sendiri.
Kematian Julius Caesar akhirnya memiliki dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan para pembunuhnya. Sebagian besar masyarakat Romawi membenci para senator karena pembunuhan itu.
Baca Juga: Kisah Augustus, Kaisar Romawi yang Merupakan Anak Angkat Julius Caesar
Baca Juga: Kaisar Romawi Nero: Apakah Dia Layak Mendapat Reputasi Pria Nakal?
Source | : | History.com |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR