Nationalgeographic.co.id—Hutan punya nilai penting untuk dilindungi secara ekonomi dan kelangsungan ekosistem dengan menyediakan sumber dayanya. Selain menjadi tempat bersantai untuk bernapas dari kepenatan hari sibuk, hutan lewat pohon-pohonnya menjadi penyerap karbon.
Sehingga, penting untuk melestarikan pohon untuk tetap terjaga demi menopang kehidupan dari ancaman seperti cuaca ekstrem yang disebabkan pemanasan global. Tetapi, pemanasan global sedang berlangsung di antara kita, menyebabkan cuaca ekstrem yang justru menimbulkan badai yang kerap kali membuat pepohonan tumbang dan rusak.
Sampai saat ini para ilmuwan terus mencari upaya terbaik membuat mekanisme melindungi pohon dari kehancuran besar yang dihasilkan cuaca ekstrem.
Supaya pohon kuat dan tidak berisiko rusak akibat angin kencang dari cuaca ekstrem, sebuah penelitian terbaru mengungkap, adalah dengan ditanam dengan jarak berdekatan. Dengan pohon yang jaraknya berdekatan, mereka juga tercegah menjadi kuat karena saling mendukung.
Penulisan temuan itu berjudul Tree dynamic response and survival in a category-5 tropical cyclone: The case of super typhoon Trami dan dipimpin oleh Kana Kamimura dari School of Science and Technology, Shinshu University, Jepang. Makalah itu diterbitkan di jurnal Science Advances, Jumat (11/03/2022).
Kamimura dan tim menulis, terjangan angin kencang akibat cuaca ekstrem bisa menyebabkan kegagalan pohon. Hal itu disebabkan karena tekanan dari turbulensi angin yang menyebabkan osilasi pada pohon. Akibatnya, bila terus terjadi, stres kerusakan terakumulasi dan menyebabkan kegagalan pada batang atau akar.
Temuan Kamimura dan tim ini bermula dari pemantauan pada dua petak tanah berisi pohon cedar Jepang (Cryptomeria japonica) yang tampak berbeda. Salah satunya memiliki jarak pohon yang lebih jauh yang mereka sebut sebagai petak diperjarang.
Petak ini digunakan oleh tim untuk menilai apakah memberinya lebih banyak ruang untuk tumbuh, membuatnya lebih rentan terhadap kerusakan yang ditimbulkan angin kencang. Angin kencang yang pernah menerjang pepohonan dari dua petak itu adalah topan Trami pada awal September 2018.
"Saya membuat petak tanah pada 2017 dan topan datang pada 2018, dan setengah dari petak tanah saya hancur," kata Kamimura di New Scientist. "Jadi [studi] ini bisa dibilang beruntung, bisa dibilang juga agak sial."
Mereka mengukur kekuatan stres yang dialami pohon sebelum, selama, dan setelah topan menerjang, serta mengamati kerusakan yang diakibatkannya.
Tim yang dipimpin Kamimura itu mendapati, petak dengan jarak pohon yang lebih dekat ternyata lebih mampu terjaga lebih baik. Sementara, pohon dengan jaraknya yang lebih jauh justru kehilangan banyak pohon setelah badai. Padahal, tekanan yang menerjang pohon dikedua petak menerima tekanan yang sama dari turbulensi angin pada saat yang bersamaan.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR