Selain temuan benda, ada pula sisa-sisa kejayaan perdagangan rempah berupa biji pinang, biji pala, dan kemiri, yang berasal dari 600 hingga 700 Masehi.
"[Temuan ini] mendahului perdagangan rempah-rempah yang selama ini kita tahu dari buku-buku sejarah: perdagangan rempah-rempah ke mancanegara baru marak setelah kehadiran bangsa-bangsa Eropa di abad ke-16 dan 17 Masehi," Ery berpendapat.
Sebuah perahu kuno ditemukan di kedalaman empat sampai lima meter meter di pesisir Teluk Sibolga, yang tidak jauh dari muara Sungai Lumut. Perahu kayu itu telah terpecah menjadi beberapa bagian.
Berdasarkan pengamatan timnya, perahu itu terbenam di daratan akibat proses sedimentasi yang berlangsung lama oleh aliran muara sungai, dan pasang-surut air laut.
Berdasarkan penanggalan karbon, perahu ini diperkirakan berasal dari abad ketujuh Masehi, dengan identifikasi yang menunjukkan bergaya kebudayaan Asia Tenggara. Gaya kebudayaan ini dapat dibuktikan dengan adanya tambuku—bagian kapal yang diikat dengan serat ijuk, dan diperkuat dengan pasak.
Tetapi, karena penelitiannya masih berlangsung dengan mengetahui jenis kayunya, masih belum jelas Asia Tenggara bagian mana pastinya kapal ini.
"Kami juga masih menunggu hasil jenis kayunya. Jadi kemarin mengambil beberapa sampel untuk jenis kayunya, dan kalau memang didapati dari kayu sekitar situs Bongal, bisa jadi diproduksi setempat," kata Ery.
Baca Juga: Menelisik Asal Nama 'Sumatra' dalam Catatan Penjelajah Barat dan Islam
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR