2. George Floyd dan Black Lives Matter (2020)
Di tengah pandemi virus corona, pembunuhan satu orang memicu protes massal yang dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Pembunuhan George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat, pada 25 Mei 2020, menyebabkan gelombang kemarahan yang segera diikuti dengan demonstrasi massal yang melibatkan jutaan orang.
George Floyd meninggal setelah petugas polisi Derek Chauvin berlutut di lehernya selama lebih dari sembilan menit selama penangkapan. Sebuah video dia memohon bantuan dan mengatakan dia tidak bisa bernapas menjadi viral. Dalam 48 jam setelah kematiannya, ribuan pengunjuk rasa berada di jalan-jalan kota-kota Amerika, berbaring di lantai dan meneriakkan "Saya tidak bisa bernapas," menurut laporan New Yorker.
Seminggu kemudian, protes telah dilakukan di 75 kota besar dan kecil di AS. Kekerasan pecah di beberapa dan lebih dari 4.000 orang telah ditangkap, menurut pemberitaan CNN. Presiden AS Donald Trump mengatakan dia sedang mempertimbangkan intervensi militer.
Protes sebagian dikoordinasikan oleh gerakan Black Lives Matter. Gerakan ini juga menjadi global, dengan isu ras dan rasialisme yang lebih luas memicu demonstrasi di kota-kota di seluruh dunia. Demonstrasi berlanjut hingga Juni 2020 meskipun jumlahnya mulai berkurang.
3. Women's March (2017)
Ketika seorang pensiunan pengacara, Teresa Shook, menyerukan Facebook untuk bertindak menyusul kemenangan Donald Trump dalam pemilihan Presiden 2016, dia memulai serangkaian peristiwa yang akan mengarah pada protes satu hari terbesar dalam sejarah AS.
"Kita harus bergerak," tulisnya di Pantsuit Nation, kelompok pribadi pendukung Hillary Clinton. Sehari setelah pelantikan Trump, lebih dari setengah juta orang benar-benar melakukan gerakan itu di Washington D.C.
Mereka bergabung dengan jutaan lainnya di seluruh AS. Perkiraan resmi menempatkan ada sekitar 1,5% dari total populasi AS yang berpartisipasi dalam gerakan ini. Pada hari yang sama, 21 Januari 2017, pawai "sister" di seluruh dunia membawa ratusan ribu dukungan, menurut London School of Economics.
Source | : | Washington Post,New York Times,CNN,london school of economics and political science,Live Science,BBC,The Guardian,New Yorker |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR