Konon selama bekerja, Wölk tidak pernah sekali pun melihat Hitler.
Wölk mengatakan dia mendengar ledakan pada 20 Juli 1944 yang disebabkan oleh bom yang diledakkan jenderal militer di Wolf’s Lair. Jenderal ingin menghabisi nyawa sang führer.
Saat kejadian itu, Wölk sedang menonton film dengan tentara di tenda tidak jauh dari markas militer.
Wölk menambahkan, “Suara ledakan itu membuat kami kaget dan terjatuh dari kursi. Seseorang berteriak 'Hitler sudah mati'. Tetapi ternyata hanya tangannya yang terluka."
Baca Juga: Seorang Pendeta Telah Menyelamatkan Masa Kecil Hitler dari Kematian
Baca Juga: Kesaksian Seorang Bocah Yahudi yang Bertetangga dengan Hitler
Baca Juga: Tatkala Orang Indonesia Harus Prihatin Karena Hitler Kuasai Belanda
Baca Juga: Ekspedisi Rahasia Hitler ke Antartika Demi Mencari Bahan Baku Margarin
Setelah upaya pembunuhan yang gagal, Wölk mengatakan dia harus pindah ke akomodasi yang diawasi dan ditahan seperti narapidana. Meski tidak diberi akses telepon, Wölk bisa mengunjungi mertuanya didampingi oleh petugas SS.
Ketika Hitler bunuh diri pada April 1945, Wölk melarikan diri ke Berlin dan bersembunyi. Pasukan Soviet mendekati ibukota Jerman dan Wölk kemudian ditarik keluar dari tempat perlindungan serangan udara. Nasib buruk tampaknya enggan meninggalkan Wölk, ia diperkosa oleh tentara Soviet selama dua minggu. Peristiwa ini menyebabkan ia tidak bisa mengandung dan melahirkan anak seumur hidupnya.
“14 pencicip makanan lainnya yang tetap tinggal semuanya terbunuh,” katanya.
Setelah perang Wölk memulai pekerjaan di asuransi pensiun dan terkejut ketika suaminya muncul tiba-tiba. Sang suami dulu berada di tahanan Rusia dan dianggap mati. Selama dua tahun terakhir Wölk tidak pernah mendengar kabar darinya. Bahkan saat muncul di hadapannya, Wölk tidak bisa mengenalinya.
Wölk menjalani kehidupan yang penuh drama dan ketakutan saat muda. Selama berpuluh-puluh tahun Wölk menyimpan rahasia kelamnya. “Hingga pada ulang tahunnya yang ke-95, ia membagikan kisahnya pada dunia,” ungkap Martin.
Source | : | Reuters |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR