Nationalgeographic.co.id—Kira-kira 10.000 tahun yang lalu, desa-desa mulai bermunculan di Mesopotamia. Orang-orang yang tinggal di wilayah itu memelihara hewan dan menanam biji-bijian, bahkan ketika mereka terus berburu dan mengumpulkan.
Seiring bergulirnya waktu, desa-desa kuno itu berkembang dan masyarakatnya menjadi masyarakat agraris yang semakin bergantung pada pertanian.
Di sanalah situs bernama Eridu menjadi bukti sejarah kuno kelahiran dan perkembangan bangsa Sumeria.
"Daerah di sekitar Eridu digali beberapa kali antara pertengahan abad ke-19 dan pertengahan abad ke-20, memunculkan sisa-sisa kota metropolis yang dulunya luas," tulis Eric Betz.
Betz menulis kepada Discover Magazine dalam sebuah artikel berjudul "Who Were the Ancient Sumerians?" yang dipublikasi pada 11 November 2020.
Dari penggalian itu, para arkeolog laiknya menemukan puzzle peradaban bangsa Sumeria kuno yang perlahan menggambarkan kembali kehidupan bangsanya.
Betz menyebut dalam tulisannya, "orang-orang mulai membangun serangkaian candi menggunakan batu bata lumpur di sebuah situs yang disebut Eridu."
Eridu tampaknya telah didirikan sekitar tahun 5400 SM dan diduduki selama ribuan tahun oleh orang-orang Sumeria kuno hingga akhirnya ditinggalkan untuk selamanya, sekitar 600 SM.
Status Eridu melegenda bahkan di zaman kuno. Babilonia benar-benar percaya bahwa Eridu adalah kota tertua di Bumi, yang diciptakan oleh para dewa sendiri. Di sana, Sumeria kuno disimpulkan para ahli "memiliki peradaban besar."
Tercatat dalam sejarah dunia, bahwa bangsa Sumeria kuno telah berhasil menciptakan salah satu peradaban besar pertama umat manusia.
"Tanah air mereka di Mesopotamia, yang disebut Sumeria, muncul kira-kira 6.000 tahun yang lalu di sepanjang dataran banjir antara sungai Tigris dan Efrat di Irak dan Suriah saat ini," imbuh Betz.
Bangsa Sumeria belajar bertani dalam skala besar yang kerap dikaitkan dengan awal kemajuan pertanian, penulisan, matematika, dan astronomi.
Source | : | Discover Magazine |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR