Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa polusi bertanggung jawab atas setidaknya 9 juta kematian sepanjang tahun 2019. Itu setara dengan satu dari enam kematian di seluruh dunia dalam setahun.
Menurut laporan studi yang terbit di jurnal The Lancet Planetary Health tersebut, sekitar 75 persen dari 9 juta kematian disebabkan oleh polusi udara, baik udara lingkungan luar maupun udara hasil pemebakaran di dalam ruangan. Adapun 1,8 juta kematian disebabkan oleh polusi kimia beracun, seperti paparan timbal. Porsi besar lainnya, polusi air bertanggung jawab atas 1,36 juta kematian dini lebih lanjut.
Yang mengkhawatirkan, para peneliti dalam studi tersebut menulis bahwa mereka menemukan sangat sedikit bukti bahwa polusi sedang ditangani dengan cara apa pun yang berarti. Menurut mereka belum ada perubahan yang berarti dari tahun ke tahun. Dengan kata lain, kondisi pada tahun-tahun berikutnya tidak bernasib lebih baik meskipun banyak upaya internasional untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Dampak polusi terhadap kesehatan tetap besar, dan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menanggung beban terberat dari beban ini," ujar Richard Fuller, peneliti dari Alliance on Health and Pollution yang menjadi penulis utama laporan studi ini.
"Terlepas dari dampak kesehatan, sosial dan ekonomi yang sangat besar, pencegahan polusi sebagian besar diabaikan dalam agenda pembangunan internasional," kata Fuller seperti dilansir IFL Science.
"Perhatian dan pendanaan hanya meningkat minimal sejak 2015, meskipun ada peningkatan yang terdokumentasi dengan baik dalam kekhawatiran publik tentang polusi dan efek kesehatannya," tambahnya lagi.
Bagian-bagian dunia yang lebih miskin menerima dampak terberat dengan 92 persen kematian terkait polusi. Adapun beban terbesar dari kerugian ekonomi akibat polusi terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Satu hal positif dalam laporan studi baru ini adalah bahwa kematian akibat "polusi tradisional", seperti polusi udara rumah tangga dari bahan bakar padat dan air yang tidak aman, telah menurun secara signifikan sejak tahun 2000, terutama di Afrika. Namun, kemajuan ini telah sepenuhnya diimbangi oleh peningkatan kematian yang parah akibat paparan polusi industri, termasuk polusi udara ambien, polusi timbal, dan bentuk-bentuk polusi kimia lainnya.
Para peneliti berpendapat bahwa masalah tersebut perlu segera ditangani, terutama melalui pemantauan polusi yang lebih baik dan pengumpulan data yang lebih baik. Upaya-upaya ini tidak hanya dapat menyelamatkan nyawa, kata mereka, tetapi juga akan membantu mengatasi ancaman eksistensial lain bagi manusia: perubahan iklim.
Baca Juga: Termasuk Jakarta, Kematian Dini di Kota-kota Tropis Disebabkan Polusi
Baca Juga: Studi Baru: Kaitan Polusi Udara Dengan Gejala Depresi Pada Remaja
Baca Juga: Kebakaran Hutan dan Polusi Perkotaan Memproduksi Ozon Beracun
Baca Juga: Studi: 1 dari 5 Kematian di Dunia Disebabkan Polusi Bahan Bakar Fosil
"Polusi masih merupakan ancaman eksistensial terbesar bagi kesehatan manusia dan planet dan membahayakan keberlanjutan masyarakat modern. Mencegah polusi juga dapat memperlambat perubahan iklim –mencapai manfaat ganda bagi kesehatan planet– dan laporan kami menyerukan transisi besar-besaran dan cepat dari semua bahan bakar fosil ke energi bersih dan terbarukan," kata Profesor Philip Landrigan, Direktur Global Public Health Program and Global Pollution Observatory di Boston College yang juga menjadi penulis dalam studi baru ini.
"Polusi, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati terkait erat. Pengendalian yang berhasil atas ancaman-ancaman gabungan ini memerlukan interaksi kebijakan-sains formal yang didukung secara global untuk menginformasikan intervensi, memengaruhi penelitian, dan memandu pendanaan," ujar Rachael Kupka, Direktur Eksekutif Global Alliance on Health and Pollution yang turut terlibat dalam studi ini.
"Polusi biasanya dipandang sebagai masalah lokal yang harus ditangani melalui peraturan subnasional dan nasional atau kadang-kadang dengan kebijakan regional di daerah-daerah berpenghasilan tinggi. Namun, jelas bahwa polusi adalah ancaman planet, dan pemicunya, penyebarannya, dan kesehatannya."
Source | : | IFL Science,The Lancet Planetary Health |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR