"Pegawai yang diinginkan Holten adalah perempuan Eropa yang bahasa Sundanya bagus (Goed Soendaneesch spreken) dan punya minat pada hortikultura," sebut Atep Kurnia dalam jurnalnya.
Agaknya, bahasa Sunda menjadi syarat mutlak bagi korporasi besar perkebunan Belanda di tanah Priangan. Sebut saja Pamanoekan en Tjiasemlanden (Subang) dan Muhlnickel & Co (Bogor) yang sering memajang iklan kebutuhan orang Eropa yang mahir bahasa Sundanya.
Pengelola onderneming tersebut meyakini bahasa Sunda menjadi penting untuk dikuasai di perkebunan Priangan. Diketahui, gerakan berbahasa Sunda sudah dilakukan pemerintah Kolonial ke pemukiman Eropa di Priangan sejak tahun 1818.
Sejak diberlakukannya Regeringsreglement van 1818, seluruh pegawai kedinasan Hindia Belanda mulai mempelajari bahasa-bahasa lokal, termasuk bahasa Sunda. Mulai dari Gubernur Jenderalnya sampai kepada administratur onderneming di pedalaman, wajib menguasai bahasa pribumi.
Baca Juga: Onderneming Banyuasin Mendorong Lahirnya Modernitas di Masyarakat
Baca Juga: Orang-Orang Belanda Pernah Disibukkan Menulis Kamus Belanda-Sunda
Baca Juga: Sisi Gelap Tarian Ronggeng di Perkebunan Subang Awal Abad Ke-20
Baca Juga: Perkecuan di Klaten Akibat Krisis Petani Perkebunan Belanda Sejak 1875
Salah satu cara aplikatif dalam mempelajari bahasa Sunda, digambarkan oleh Atep tentang tuan tanah berkebangsaan Belanda, bernama Andries de Wilde. Ia merupakan tuan tanah di perkebunan Sukabumi yang getol belajar bahasa Sunda.
Lantas, setelah mampu menguasai bahasa Sunda. Banyak di antara orang-orang Belanda menulis buku panduan untuk memperdalam bahasa Sunda, demi melancarkan orang-orang Belanda mencari pekerjaan, utamanya di perkebunan Priangan.
Wilde contohnya, ia sampai mampu membuat kamus Belanda-Sunda berjudul Nederduitsch-Maleisch en Soendasch Woordenboek: benevens Twee Stukken tot Oefening in Het Soendasch yang diterbitkan tahun 1841.
Source | : | Lopian: Jurnal Pengetahuan Lokal |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR