Nationalgeographic.co.id—Salah satu jenis limbah yang banyak dibuang manusia setiap harinya adalah limbah pakaian atau tekstil. Menurut European Parliament, produksi tekstil diperkirakan bertanggung jawab atas sekitar 20% pencemaran air bersih global.
Mencuci bahan sintetis tekstil diperkirakan melepaskan sekitar 0,5 juta ton serat mikro (mikrofiber) ke laut setiap tahunnya. Pencucian pakaian sintetis juga menyumbang 35% dari mikroplastik primer yang dilepaskan ke lingkungan. Satu beban cucian pakaian poliester dapat melepaskan 700.000 serat mikroplastik yang dapat berakhir di rantai makanan.
Industri fesyen diperkirakan bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global. Angka ini lebih besar dari gabungan emisi karbon dari sektor penerbangan dan pelayaran laut internasional.
Menurut Badan Lingkungan Eropa, pembelian tekstil di Uni Eropa pada tahun 2017 menghasilkan sekitar 654 kilogram emisi karbon dioksida per orang. Sejak tahun 1996, jumlah pakaian yang dibeli di Uni Eropa per orang telah meningkat sebesar 40% menyusul penurunan tajam harga yang telah mengurangi masa pakai pakaian.
Tiap orang Eropa menggunakan hampir 26 kilogram tekstil dan membuang sekitar 11 kilogram setiap tahunnya. Pakaian bekas dapat diekspor ke luar Uni Eropa, tetapi sebagian besar (87%) dibakar atau ditimbun.
Di Indonesia, ancaman limbah tekstil juga sama mengkhawatirkannya. Majalah National Geographic Indonesia edisi Maret 2020 "Tiada Lagi Sampah" pernah melansir data jenis sampah dari laporan bertajuk "Major sources and monthly variations in the release of land-derived marine debris from the Greater Jakarta area, Indonesia" yang terbit di jurnal Nature. Berdasarkan laporan studi ini, dari 18.273 temuan sampah di Jakarta, sekitar 8,2 persennya merupakan limbah pakaian.
Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto, mengatakan Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau setara dengan 12 persen dari limbah rumah tangga. Arifin menyitir data tersebut dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) pada tahun 2021.
"Namun dari keseluruhan limbah tekstil tersebut, hanya 0,3 juta ton limbah tekstil yang didaur ulang," kata Arifin seperti dikutip dari Kompas.com.
Secara global, kurang dari 1% pakaian yang didaur ulang (recycle) lagi sebagai pakaian. Salah satu alasannya, teknologi yang kini ada belumlah memadai untuk mendaur ulang semua jenis pakaian.
Oleh karena itu, kini muncullah gerakan-gerakan untuk memakai kembali pakaian bekas untuk mengurangi pembuangan limbah tekstil ke lingkungan. Salah satu gerakan yang sudah mengglobal adalah Tukar Baju (Clothing Swap).
Gerakan ini merupakan sebuah inisiasi untuk memperpanjang usia pakaian dengan cara menukarkannya dengan pakaian orang lain. Di Indonesia, gerakan ini sudah dijalankan oleh Zero Waste Indonesia sejak tahun 2019 sebagai solusi sampah fesyen dan limbah tekstil, seperti dikutip dari Madani.
Pada dasarnya, Tukar Baju atau Tukar Pakaian adalah pertemuan atau pesta di mana orang-orang berkumpul untuk bertukar pakaian, aksesori, dan sejenisnya. Semua ini dilakukan demi menyingkirkan barang-barang yang tidak akan Anda gunakan lagi dan memberinya kehidupan baru dengan orang lain. Di sisi lain, Anda kemudian mendapatkan beberapa pakaian baru yang masih cukup keren untuk diri Anda sendiri juga.
Gerakan Tukar Pakaian semakin populer akhir-akhir ini karena berbagai alasan. Alasan pertama, seperti dikutip dari One Green Planet, tentu saja karena Anda bisa berkumpul dengan sekelompok teman dan anggota keluarga dan menukar barang-barang yang seharusnya Anda buang di tempat sampah atau toko barang bekas dan mendapatkan kumpulan baru barang bekas yang sekarang baru bagi Anda.
Pertukaran ini dapat dilakukan bersama atau berdasarkan kelompok jenis kelamin. Apa pun yang Anda inginkan, Anda dapat melakukan ini di antara teman-teman dan menjadikannya pesta, atau mengadakan sesuatu yang lebih besar sebagai ajang pertemuan atau meetup dengan siapa pun yang mungkin ingin Anda undang.
Alasan kedua, gerakanan Tukar Pakaian tentu saja dapat menghemat uang Anda. Jika Anda mendapatkan barang-barang "baru" atau setidaknya masih baru bagi Anda, tentu Anda tidak perlu pergi toko baju untuk membeli pakaian baru.
Baca Juga: Pemanfaatan Limbah, Upaya Menyelamatkan Kehidupan Bumi dari Kehancuran
Baca Juga: Ekonomi Sirkular: Siasat Mewajibkan Limbah Didaur Ulang di Segala Lini
Baca Juga: Ekonomi Sirkular: Siasat Mewajibkan Limbah Didaur Ulang di Segala Lini
Baca Juga: Bumi Kardus: Menjaga Bumi dengan Kreasi Daur Ulang Sampah Kardus
Dengan demikian, melalui gerakan ini berarti Anda telah menerapkan 2R dari 3R atau tiga konsep penting dari setiap kegiatan ramah lingkungan, yakni reduce, reuse, dan recycle. Dengan gerakan Tukar Baju ini, berarti Anda telah menerapkan konsep "R" pertama, reduce atau pengurangan, yang berarti seseorang harus membatasi jumlah pembelian yang dia lakukan sejak awal.
Adapun konsep di balik "R" kedua, reuse atau penggunaan kembali, adalah bahwa seseorang harus menggunakan kembali barang sebanyak mungkin sebelum menggantinya. Dalam gerakan Tukar Baju ini berarti Anda menggunakan kembali pakaian orang lain.
Di masa pandemi, gerakan Tukar Baju kini tidak hanya dilakukan melalui pertemuan fisik, tetapi juga bisa melalui pertukaran daring (online). Apapun metodenya, gerakan ini pada akhirnya turut berkontribusi dalam mengurangi beban limbah tekstil ke lingkungan dan memperpanjang masa pakai produk-produk tekstil sehingga bisa mengurangi produksi tekstil yang menyedot banyak sumber daya alam.
Source | : | Kompas.com,Nature,National Geographic Indonesia,One Green Planet,European Parliament,Madani |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR