Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda beraktivitas snorkeling dan diving di laut? Walau mungkin perahu yang mengantarkan Anda ke lokasi penyelaman, laut tidak selalu sunyi terdengar. Ada banyak suara di dalamnya seperti "klik" yang dihasilkan letupan ikan atau jentikkan udang.
Meski demikian, kemampuan telinga kita menangkap suara terbatas. Masih banyak suara lain yang sebenarnya berbunyi di bawah air di luar batas frekuensi suara tangkapan telinga kita. Baru-baru ini, para ilmuwan mendapati bahwa terumbu karang juga menghasilkan suara. Suara itu mungkin terdengar untuk beberapa orang sebagai latar belakang ketika menyelami laut.
Suara itu seperti desis radio statis. Suara ini dihasilkan dari fitur unik dari pemandangan suara (soundscape) terumbu karang. Pemantauan ini bisa membantu ilmuwan lainnya dan pegiat konservasi untuk memantau kesehatan habitat laut yang terancam punah.
Sebelumnya, kita biasanya cenderung menentukan kesehatan terumbu karang berdasarkan bentuk visualnya. Mulai dari berwarna dan bentuk yang beragam, menandakan ciri terumbu karang yang sehat. Terumbu karang yang mati adalah yang berwarna putih dan tampak kering.
"Terumbu karang menghadapi berbagai ancaman termasuk perubahan iklim, jadi pemantauan kesehatan mereka dan keberhasilan proyek konservasi sangat penting," kata penulis utama studi Ben Williams, dikutip dari rilis University of Exeter. Dia adalah ahli biologi di College of Life and Environmental Sciences, University of Exeter, Inggris.
"Salah satu kesulitan utama adalah bahwa survei visual dan akustik terumbu biasanya mengandalkan metode padat karya."
Penelitian akan diterbitkan di jurnal Ecological Indicators edisi Juli 2022 mendatang, bertajuk Enhancing automated analysis of marine soundscapes using ecoacoustic indices and machine learning.
Untuk menangkap suara akusti terumbu karang, Williams dan timnya mengandalkan pembelajaran mesin (machine learning) untuk melatih algoritme. Tujuannya agar dapat mengenali perbedaan akustik halus dari terumbu karang yang sehat dan hidup dengan situs karang yang terdegradasi. Suara akustiknya kotras, sangat samar, sehingga tidak mungkin untuk telinga orang bisa membedakannya.
Terumbu karang yang dipilih berada pada tujuh lokasi berbeda di Kepulauan Sangkarrang, lepas laut barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Tempat itu adalah rumah bagi Mars Coral Reef Restoration untuk memulihkan terumbu karang yang rusak berat di Indonesia.
Rekamant tersebut mencakup empat jenis habitat terumbu yang berbeda, dari yang sehat, rusak, dewasa, dan baru direstorasi. Masing-masing habitat menunjukkan jumlah tutupan karang yang berbeda, dan menghasilkan karakter kebisingan yang berbeda pula dari makhluk air yang hidup dan mencari makan di sekitarnya.
"Temuan kami menunjukkan bahwa komputer dapat mengambil pola yang tidak terdeteksi oleh telinga manusia," terang Williams. "Ini bisa memberi tahu kita lebih cepat, dan lebih akurat, bagaimana keadaan terumbu karang."
Sebagai perbandingan, penelitian ini meminta para penyelam untuk mengunjungi terumbu karang untuk menilai tutupan secara visual. Para penyelam juga diminta untuk mendengarkan rekaman terumbu karang secara manual. Bagian tersulitnya adalah banyak spesies di karang yang bersembunyi atau hanya terlihat pada malam hari.
Baca Juga: Para Ilmuwan 'Mencabut' Rumput Laut di Great Barrier Reef, Kenapa?
Baca Juga: Peneliti Ungkap Alasan Mengapa Tabir Surya Membahayakan Terumbu Karang
Baca Juga: Ikan Telah 'Bicara' Selama 155 Juta Tahun, Mari Dengar Suara Mereka
Baca Juga: Film yang Membuat Setiap Orang Bisa Selamatkan Terumbu Karang Dunia
"Sebelumnya, kami mengandalkan pendengaran manual dan anotasi dari rekaman ini untuk membuat perbandingan yang andal," papar Williams lewat utas di laman Twitter-nya. "Namun, ini adalah proses yang sangat lambat dan ukuran database soundscape laut meroket mengingat munculnya perekam berbiaya rendah."
Selanjutnya mereka mengotomatisasi proses dengan melatih algoritme untuk membedakan berbagai jenis rekaman karang. Selanjutnya, tes berikutnya menunjukan alat mereka dapat mengidentifikasi karang dari rekaman audio dengan akurasi 92 persen.
Untuk mengotomatisasi proses, tim melatih algoritme pembelajaran mesin untuk membedakan berbagai jenis rekaman karang. Tes selanjutnya menunjukkan alat AI dapat mengidentifikasi kesehatan karang dari rekaman audio dengan akurasi 92 persen.
"Ini adalah perkembangan yang sangat menarik," kata rekan penulis dan ahli biologi kelautan Timothy Lamont dari Lancaster University di Inggris. "Dalam banyak kasus, lebih mudah dan lebih murah untuk memasang hidrofon bawah air di terumbu dan membiarkannya di sana daripada meminta penyelam ahli mengunjungi terumbu berulang kali untuk mensurvei - terutama di lokasi terpencil."
Source | : | University of Exeter |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR