Dalam tradisi Katolik, hujan meteor Perseid telah lama dikaitkan dengan kemartiran Santo Laurentius. Laurentius adalah seorang diakon di gereja awal di Roma, menjadi martir pada tahun 258 Masehi. Kemartiran itu diduga terjadi di bulan Agustus, ketika hujan meteor mencapai puncaknya. Maka bintang jatuh disamakan dengan air mata orang suci itu.
Baca Juga: Atribut Penting dalam Budaya Romawi, Dari Mana Budak Berasal?
Baca Juga: Kompleksitas Alkohol di Masa Romawi, Simbol Kekuasaan hingga Moralitas
Baca Juga: Cara Orang Romawi Memperbaiki Nasib dan Menaiki Tangga Sosial
Baca Juga: Bahan Khusus Ini Jadi Kunci yang Membuat Beton Romawi Lebih Tahan Lama
Baca Juga: Penelitian Ungkap Bagaimana Aktivitas Orang Romawi Cemari Atmosfer
Catatan rinci tentang peristiwa astronomi dan pengamatan langit juga dapat ditemukan dalam teks-teks sejarah dari Timur Jauh. Catatan kuno dan abad pertengahan dari Tiongkok, Korea dan Jepang merinci tentang hujan meteor. Sumber-sumber yang berbeda ini membuat para astronom bisa melakukan pengamatan. Misalnya dampak komet Halley pada masyarakat kuno baik di timur maupun barat.
Sumber-sumber ini juga telah digunakan untuk menemukan pengamatan tercatat pertama dari hujan meteor Perseid sebagai peristiwa tertentu, dalam catatan Han Tiongkok tahun 36 AD.
Namun benarkah peradaban kuno hanya memiliki sedikit pemahaman tentang apa itu meteor, komet dan asteroid? Pasalnya, para astronom awal di Timur Dekat menciptakan kalender Babilonia. Bahkan bangsa Mesir sudah memiliki data astronomi yang paling maju di zaman kuno.
Studi tentang teks-teks paku kuno membuktikan bahwa kemampuan Babilonia untuk melacak pergerakan planet dan peristiwa langit. Aktivitas ini yang dilakukan pada milenium pertama Sebelum Masehi ini melibatkan geometri yang kompleks.
Jika peradaban kuno dianggap tidak memiliki pengetahuan tentang angkasa, bagaimana mereka bisa memiliki data astronomi?
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR