Nationalgeographic.co.id—Polusi punya dampak bahaya bagi kandungan. Dampaknya itu bisa berlanjut saat bayi lahir hingga mencapai usia dewasa. Pasalnya, laju pertumbuhan dan perkembangan janin yang cepat, bersamaan dengan polusi, punya efek dan peran terhadap gen fungsi kekebalan dan respons stres.
Sebuah studi terbaru mengatakan paparannya bisa menghubungkan risiko berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, dan risiko asma. Penelitian itu dipublikasikan di jurnal Antioxidants 21 Januari 2022 oleh para peneliti dari Texas A&M University dan University of Florida.
Peneliti utama Natalie Johnson profesor di Texas A&M School of Public Health bersama tim, menyelidiki tentang pengaruh gen Nrf2 pada bayi dan anak-anak.
Gen ini punya pengaruh fungsi kekebalan dan respon stres pada orang dewasa, dan belum diteliti jelas bagi bayi dan anak-anak. Penilaian itu mereka lakukan dengan evaluasi efek pada ukuran kotoran, berat lahir, dan penanda kekebalan yang ditemukan di paru-paru dan jaringan hati anak yang baru lahir.
"Pencemaran partikel dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan ukuran partikel: partikel kasar, partikel halus, dan partikel ultrahalus," tulis para peneliti di MedicalXpress. "Partikel halus berdiamater kruang dari 2,5 mikron dan partikel ultrahalus kurang dari satu per sepuluh mikron menjadi perhatian terbesar."
Ukuran ultrahalus sangat memungkinkan untuk bisa bekerja lebih dalam di saluran udara manusia. Bahkan, menjadikannya risiko kesehatan yang lebih besar dibandingkan partikel halus. Hubungan antara polusi partikulat seperti ini dan peningkatan kemungkinan penyakit pernapasan dipahami, tapi mengenai ultrahalus belum ada standar kesehatan yang membahas kategori terkecil ini.
Johnson juga terlibat dalam penelitian yang dipublikasikan di Toxicological Sciences November 2021. Di dalam studi itu menjelaskan bagaimana polusi berdampak pada kematian bayi, yang selama ini dilaporkan 20 persen kematian secara global.
Hal itu disebabkan karena materi partikulat (jenis utama polusi udara yang terdiri dari partikel tersuspensi di udara) yang punya efek berbahaya selama kehamilan. Partikel itu disebut konsentrasi partikel ultrahalus (UFP) yang ukurannya lebih kecil dari 100 nanometer.
Dia melakukan eksperimen pada model hewan. Mereka menemukan bahwa kelompok UFP dosis rendah mengalami ukuran janin, plasenta, dan tren penurunan berat, yang rendah. Mereka juga menemukan perubahan ekspresi untuk beberapa gen pada kelompok dosis rendah.
Pada penelitian Januari 2022, Johnson dan tim membuat empat model hewan dalam penelitian mereka juga untuk mengetahui dampak partikel halus pada kandungan. Ada hewan yang dimodofikasi, hewan yang punya gen Nrf2 bebas dari udara segar yang disaring, dan udara yang mengandung partikel ultrahalus seperti yang ditemukan di knalpot diesel, pencemar umum di daerah perkotaan.
Para peneliti memantau kenaikan berat badan pada model hewan hamil di keempat kelompok dan mencatat ukuran kotoran dan berat lahir anaknya. Kemudian mereka menganalisis jaringan paru-paru dan hati dari keturunan induk untuk mengukur perbedaan penanda kekebalan tertentu, serta ekspresi gen yang terkait dengan respons stres oksidatif.
Ternyata, ditemukan perbedaan signifikan dalam penanda kekebalan pada keturunan yang kekurangan Nrf2. Perbedaannya terletak pada perubahan fungsi kekebalan pada model tersebut. "Temuan ini menunjukkan kurangnya gen Nrf2 yang berfungsi sebagai kontributor utama perbedaan di antara kelompok."
Baca Juga: Ibu Melahirkan Bayi Kembar Tidak Berarti Lebih Subur, Hanya Beruntung
Baca Juga: Polusi Minyak di Lautan Dunia, 90 Persen Tumpahan Adalah Ulah Manusia
Baca Juga: Memotong Emisi Karbon Dioksida Tidak Cukup Untuk Menyelamatkan Bumi
Baca Juga: Makin Parah, Polusi Dunia Kini Telah Membunuh 9 Juta Orang per Tahun
Tidak ada perbedaan yang signifikan terkait penambahan berat badan pada hewan di kelompok model selama kehamilan dan ukuran kotoran. Akan tetapi, keturuanan yang kekurangan Nrf2 punya berat lahir yang lebih rendah daripada yang tidak dimodifikasi.
Johnson dan tim berpendapat paparan polusi tidak punya efek penting pada model hewan yang tidak dimodifikasi. Dengan kata lain, mungkin Nrf2 memainkan beberapa peran protektif selama kehamilan.
Hasil ini sesuai dengan temuan bahwa kekurangna Nrf2 berkaitan dengan serangan penyakit kronis. Kekurangan Nrf2 diketahui bahkan bisa mengembangkan penyakit autoimun.
"Temuan ini dapat menunjukkan mekanisme yang mungkin melalui partikel halus yang dapat mempengaruhi fungsi plasenta dan kesehatan prakelahiran," tulis Johnson dan tim. "Ini menyoroti kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut tentang peran gen pada respons imun dan stres dan bagaimana gen tersebut berinteraksid engan faktor lingkungan."
Source | : | Medicalxpress |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR