Nationalgeographic.co.id—Nitrogen dan fosfor adalah unsur nutrisi terpenting dibumi untuk menopang kehidupan, penting untuk membentuk DNA, blue print kehidupan, protein hingga ekosistem. Tapi, unsur tersebut selama ini tidak dipahami sumber awalnya untuk menopang kehidupan.
Sekarang, tim penelitian internasional menemukan bahwa unsur tersebut di awal kehidupan Bumi ternyata berasal dari senyawa Ammonium. Penelitian ini merupakan kerjasama ilmuwan di University of St. Andrews, Syracuse University and Royal Holloway dan University of London.
Laporan penelitian tersebut telah dipublikasikan di Nature Geoscience dengan judul "Ammonium availability in the Late Archaean nitrogen cycle" yang dapat diakses daring.
Dalam laporannya, para peneliti menulis bahwa ketersediaan hayati nutrisi penting seperti nitrogen dan fosfor telah berfluktuasi dengan evolusi kimia lingkungan permukaan bumi selama rentang waktu geologis. Namun, ketidakpastian signifikan tetap ada atas evolusi siklus nitrogen awal Bumi, terutama bagaimana dan kapan ia merespons evolusi fotosintesis oksigen.
Ketua tim peneliti Aubrey Zerkle, dari Sekolah Ilmu Bumi dan Lingkungan di University of St. Andrews mengatakan, meski Nitrogen dan Fosfor merupakan nutrisi penting bagi kehidupan, tapi ketersediaannya di lautan sebelum Peristiwa Oksidasi Besar (GEO) -puncak ledakan kehidupan di Bumi- tidak dipahami dengan baik. Terutama bagaimana pasokan elemen-elemen ini mendorong dan merespon oksigenasi di Bumi.
Tim peneliti kemudian memeriksa siklus nitrogen awal Bumi dan melakukan analisis geokimia. Mereka menggunakan sampel batuan yang terawetkan dengan sangat baik yang telah dikaitkan dengan bukti awal untuk fotosintesis oksigen 2,7 miliar tahun lalu.
Batuan tersebut didapatkan dari formasi Manjeri berusia sekitar 2,7 miliar tahun di Belingwe Greenstone Belt, Zimbabwe. Tujuannya untuk mengevaluasi status reduksi dan oksidasi siklus nitrogen awal Bumi dan menguraikan umpan balik yang terkait dengan tahap awal oksigenasi planet.
"Ada batuan kecil berharga yang tersedia dari interval waktu ini yang cocok untuk jenis analisis yang kami lakukan. Sebagian besar batuan setua ini telah berubah bentuk dan dipanaskan selama 2,7 miliar tahun oleh aktivitas lempeng tektonik, membuat sinyal asli kehidupan hilang," kata Christopher Junium, profesor ilmu bumi di College of Arts and Sciences dalam rilis Syracuse University.
Sampel batuan itu menunjukkan bukti langsung pertama dari penumpukan kumpulan besar amonium di lautan sebelum GOE. Amonium ini akan menyediakan sumber nitrogen yang cukup untuk bahan bakar biosfer awal dan produksi oksigen setelahnya.
Baca Juga: Studi Baru, Pegunungan Raksasa Mengendalikan Evolusi Kehidupan di Bumi
Baca Juga: Pertama Kalinya, Bukti Kehidupan Purba Ditemukan di dalam Batu Ruby
Baca Juga: Penemuan Makhluk 'Hobbit' Prasejarah, Kehidupan Awal Mamalia Modern
Baca Juga: Alien Mungkin Berwarna Ungu, Apa Dasar Pemikiran Para Peneliti?
Zerkle mengatakan, hari ini kita berpikir tentang amonium sebagai bau yang tidak menyenangkan dalam perlengkapan pembersih. "Tetapi itu akan berfungsi sebagai solusi untuk organisme penghasil oksigen pertama, peningkatan signifikan pada sisa-sisa tempat sampah yang mereka andalkan sebelumnya dalam sejarah Bumi," kata Zerkle.
Seperti diketahui, bahwa ammonium adalah senyawa hidrolisis ammonia yang merupakan hidrolisis dari urea yang biasanya terdapat di dalam urin. Tetapi ternyata itu berfungsi sebagai pembentuk kehidupan awal di Bumi, menjadi sumebr makanan untuk organisme penghasil oksigen pertama di Bumi.
Selain membantu para ilmuwan lebih memahami peran siklus nitrogen dalam oksigenasi global, temuan baru ini juga menyediakan konteks untuk umpan balik nutrisi lainnya selama evolusi awal planet.
"Semakin jelas bahwa permainan pembatasan nutrisi telah berubah-ubah sepanjang sejarah Bumi seiring dengan evolusi kehidupan dan kondisi yang berubah," kata Junium menambahkan.
Anehnya, bukti oksigenasi atmosfer yang signifikan tidak muncul sampai 400 juta tahun kemudian, yang berarti bahwa beberapa nutrisi lain, seperti fosfor, pasti penting dalam mengatur kecepatan evolusi.
Source | : | Syracuse University,Nature Geoscience |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR