Destario juga menambahkan bahwa kemunculanberbagai karya seni botani modern dengan sentuhan-sentuhan baru yang segar dan kreatif tentu berdampak sangat positif, terutama dalam dunia edukasi dan konservasi tumbuhan. Menurutnya, kebangkitan ini “menjadi penggugah minat dan pemantik antusiasme bagi generasi pelajar untuk lebih mudah memahami ilmu pengetahuan, khususnya botani.”
Salah satu tengara minat masyarakat pada seni botani Tanah Air adalah berdirinya Asosiasi Seniman Botani Indonesia (Indonesian Society for Botanical Artists, IDSBA) pada 2017. Perkembangan akses pendidikan dan ilmu pengetahuan telah mendorong semua pihak berbesar hati untuk menyatakan bahwa tidak ada lagi batas seni dan sains.
Di Indonesia , seni lukis botani masih cukup baru jika dibandingkan dengan negara maju. Bahkan, hingga kini, pendidikan mengenai seni botani belum diajarkan dalam pendidikan formal. Para seniman masih berjumlah sedikit, mereka belajar secara otodidak dan dilatih oleh para botaniawan yang menjadi atasannya.
Jenny A. Kartawinata, seniman botani dan Founder IDSBA, berbagi temuannya dalam proses seorang seniman botani berkarya. "Keakraban dengan tumbuhan merupakan pengalaman pribadi yang multidimensi, bagai sebuah kesempatan bermeditasi mengenal diri sendiri sebagai sesama makhluk penghuni bumi.”
Dia melanjutkan, “Karya seni botani, sebuah lukisan botani, menyajikan sebuah drama. Drama tentang tumbuhan di bumi ini—tumbuhan yang perlu kita kenal, akrabi, dan peduli akan keberlanjutan hidupnya.”
Baca Juga: Telusur Riwayat Perkembangan Seni Ilustrasi Botani di Indonesia
Baca Juga: Kelindan Seni dan Sains dalam Mukjizat Kebinekaan Flora Indonesia
Baca Juga: Pameran 'Kabar Bumi Setengah Windu': Seni yang Memihak Lingkungan
Baca Juga: Karya-karya Seni Ini Menampilkan Keindahan Botani dan Zoologi Bumi
Mengapa kita begitu terpukau dengan drama kehidupan tumbuhan? Jawabannya boleh jadi ringkas namun memerlukan pemahaman dan tindakan kita yang berdampak pada lingkungan sekitar, seperti ungkapan Jenny bahwa “keberlanjutan Bumi ini adalah tanggung jawab kita semua.”
Kita menghargai upaya para talenta negeri ini yang berkontribusi bukan hanya kepada seni, tetapi juga sains. Dua istilah ini belakangan memudar dalam keseharian kita. Kita pun merasakan seni menjadi kebutuhan emosional, yang mampu melatih kita dalam memahami emosi dan empati terhadap sesama dan lingkungan. Boleh dikata, seni adalah benteng kita satu-satunya ketika dilanda krisis budaya—dari intoleransi sampai aksi teror.
Ajaklah keluarga dalam apresiasi seni yang mendamaikan sanubari dan kematangan berpikir. Maestro seni rupa Pablo Picasso pun pernah berkata, “Seni senantiasa membasuh debu-debu yang melekat pada sanubari kita setiap hari.”
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR