Nationalgeographic.co.id—Meski sungai purba telah lama mengering, sabuk salurannya tetap hidup. Terdiri atas petak-petak sedimen yang mengelilingi sungai, sabuk saluran, yang telah mengeras menjadi batu, melestarikan jalur sungai yang dulu ada.
Upaya merekonstruksi detail sungai purba dari endapan sabuk salurannya adalah pekerjaan yang sangat sulit. Namun sebuah studi baru dari para ilmuwan di The University of Texas at Austin membuat kemajuan di bidang itu.
Tian Dong, seorang peneliti postdoctoral di Jackson School of Geosciences University of Texas yang menjadi peneliti utama dalam studi ini, mengatakan bahwa dengan menganalisis sungai-sungai modern, mereka dapat menemukan aturan yang menghubungkan sabuk saluran dengan pola sungai. Tim peneliti dalam studi ini menemukan bahwa, secara umum, semakin banyak saluran sungai, semakin sempit sabuk salurannya.
Karena fisika yang membentuk sungai adalah sama dari waktu ke waktu dan di mana pun tempatnya, aturan itu juga berlaku untuk sungai purba dan sungai di planet lain, menurut Timothy Goudge, asisten profesor di Jackson School yang juga menjadi peneliti dalam studi ini.
"Kami dapat melihat endapan sungai dari 100 juta tahun yang lalu di Bumi atau dari 3,5 miliar tahun yang lalu di Mars dan kami dapat mengatakan sesuatu tentang seperti apa sungai itu yang sebenarnya," kata Goudge seperti dilansir EurekAlert!.
Selain membantu para ilmuwan membayangkan sungai purba, aturan tersebut juga dapat membantu mereka menafsirkan bagaimana sungai-sungai ini memengaruhi lanskap yang lebih luas. Sungai dengan sabuk saluran yang lebih sempit dapat lebih mudah mengakses dataran banjir di sekitarnya.
"Untuk sistem-sistem multisaluran, seperti sungai-sungai yang bercabang, mereka sebenarnya berada di sabuk saluran yang sangat sempit sehingga sangat dekat dengan dataran banjir," kata Dong. "Jadi berpotensi ada lebih banyak interaksi antara sungai dan material dataran banjir."
Aturan itu memang memiliki beberapa pengecualian. Aturan tidak berlaku untuk sungai-sungai terkurung, yang terjaga agar tidak bermigrasi secara bebas, oleh lanskap sekitarnya.
Namun ketika sungai bebas bergerak dan berkelok-kelok melintasi daratan, ada hubungan langsung antara peningkatan jumlah saluran sungai dan sabuk saluran yang menyempit. Para ilmuwan juga menemukan bahwa saat sabuk menyempit, sabuk itu juga menjadi lebih halus dengan tepi yang kurang tajam.
Para peneliti menemukan aturan tersebut dengan menganalisis 30 sungai modern dan sabuk salurannya. Mereka menggambar pada foto-foto beresolusi tinggi dan data ketinggian yang ditangkap oleh satelit.
Dong mengatakan bahwa dia memiliki firasat tentang koneksi dalam aturan tersebut. Dia memperhatikan tren antara saluran sungai dan lebar sabuk saluran dengan melihat-lihatnya di Google Earth. Tapi dia tidak yakin apakah intuisinya akan terbukti benar setelah data dihitung.
"Tidak ada yang benar-benar melihat hubungan antara bentuk platform sungai dan sabuk saluran secara sistematis, jadi kami tidak benar-benar yakin pada apa yang kami perkirakan," kata Dong.
Selain memiliki sabuk saluran yang lebih sempit, sungai multisaluran juga mengambil lebih banyak ruang di sabuk saluran, mengambil 50 persen atau lebih dari area sabuk saluran. Sebaliknya, sistem saluran tunggal, seperti sungai yang berkelok-kelok, hanya membutuhkan satu persen.
Baca Juga: Hari Sungai Nasional Berawal dari Peraturan Pemerintah tentang Sungai
Baca Juga: Hari Sungai Nasional Berawal dari Peraturan Pemerintah tentang Sungai
Baca Juga: Ikan Air Tawar Terbesar di Dunia Ditemukan Nelayan di Sungai Mekong
Hal ini semakin meningkatkan kemampuan sungai multisaluran untuk mengambil dan memindahkan sedimen, kata Dong. Karena bahan organik dari tumbuhan dan hewan termasuk di antara sedimen tersebut, itu berarti sungai multisaluran mungkin tidak menyimpan karbon organik di dataran banjirnya selama sebelum mengangkutnya ke laut –di mana hal itu dapat mempengaruhi kehidupan laut.
Sabuk saluran adalah fitur umum di Mars, berfungsi sebagai pengingat masa lalu Planet Merah yang lebih basah. Sabuk saluran juga mungkin ditemukan di bulan Saturnus, Titan, di mana sungai-sungai metana cair telah diidentifikasi oleh wahana antariksa.
Baik Goudge dan Dong mengatakan mereka berharap untuk menerapkan penelitian mereka di sungai-sungai itu untuk belajar tentang geologi yang membentuk dunia lain.
"Untuk pekerjaan di masa depan, kami akan mencari untuk menerapkan metrik ini ke planet lain di tata surya kita dan melihat apa yang bisa kita lihat," kata Goudge.
Penelitian ini didanai oleh penghargaan Postdoctoral Fellowship kepada Dong dari National Science Foundation. Laporan hasil studi ini telah terbit di jurnal Geology pada 13 Juni 2022.
Source | : | eurekalert.org |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR