Nationalgeographic.co.id—“Ta-tau, ta-tau, ta-tau,” suara alat tato tradisional Polinesia bergema saat tulang setajam jarum menembus kulit. Warisan tatau Polinesia, nama onomatope untuk praktik tato, dimulai 3.000 tahun yang lalu. Desainnya beragam seperti orang-orang yang memilikinya. Segitiga Polinesia mencakup lebih dari seribu pulau individu di Samudra Pasifik Selatan. Ini membentuk beberapa lusin kelompok budaya, yang sebagian besar memiliki tradisi tato mereka sendiri yang berbeda. Bukan sekedar gambar di permukaan kulit, tato memiliki makna mendalam. Di Polinesia, tato menjadi kanvas komunikasi budaya antar generasi.
Di seluruh dunia, tato menjadi populer dan tidak lagi ditutup-tutupi dengan pakaian. Belakangan, tradisi tato suku-suku pribumi di berbagai daerah pun bermunculan. Tahun 2021, jurnalis Māori dengan tato wajah tradisional menjadi pembawa acara program berita primetime di televisi Selandia Baru.
Keunikan desain tato Polinesia menginspirasi wisatawan, termasuk Jill K. Robinson, penulis National Geographic, untuk memiliki tanda mata permanen.
Namun sebagai pelancong, seseorang harus mempertimbangkan perbedaan antara menghormati dan mengambil budaya. Bagaimana seharusnya pelancong, yang bukan bagian dari budaya tertentu, mendapatkan tato dengan hormat?
Pasalnya, praktik tato terjalin dengan cara hidup Polinesia. “Diperlukan pendekatan penting untuk mempertimbangkan makna di balik tujuan tato dan komunikasi dengan sang seniman,” ungkap Robinson.
Tato menceritakan kisah hidup seseorang
Setiap tato memiliki keunikannya masing-masing. “Saya bertanya kepada klien tentang diri mereka, kisah, dan apa yang diinginkan untuk diwakili oleh tato tersebu,” kata Eddy Tata, seniman tato Marquesan.
“Saat mereka berbicara, saya sudah membuat desain di kepala saya. Jika klien menunjukkan gambar kepada saya, menginginkan desain yang persis seperti itu, saya tidak akan menyalinnya. Meniru sesuatu yang dipersonalisasi adalah bentuk apropriasi—seperti mencuri cerita orang lain. Saya menjelaskannya saat saya mengadaptasi desain sehingga sesuai dengan narasi klien,” Tata menjelaskan.
Biasanya, seniman tato menggambar stensil tato di atas kertas dan mentransfernya ke kulit. Namun banyak seniman Polinesia membuat sketsa desain langsung di tubuh dengan pena. Sketsa tangan bebas itu memungkinkan fleksibilitas untuk membentuk komposisi unik.
Meskipun ada sumber online yang mencantumkan arti dari berbagai gambar dan pola, banyak informasi yang tidak akurat. Itulah sebabnya mengapa sangat penting untuk berkomunikasi dengan seniman tentang tujuan di balik tato.
Bagi banyak orang, tato memiliki makna yang dalam dan secara pribadi terhubung dengan mereka. Karena sejarah tato sebagai kanvas untuk garis keturunan dan prestasi keluarga, tidak semua desai bisa digunakan oleh orang lain. Desain tertentu dijaga secara tradisional.
Selain itu, kelompok pulau yang berbeda memiliki tradisi panjang tentang di mana tato ditempatkan di tubuh. Seperti prajurit Tonga, yang tatonya ditempatkan dari pinggang hingga lutut.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR