Nationalgeographic.co.id—Kehidupan hedonis dan glamor bisa dibilang jadi identitas orang-orang Eropa di Hindia Belanda. Pola konsumtif dan memandang standar sosial jadi acuan pergaulan mereka.
Hal itu juga dapat dilihat dari kehidupan serba glamor—sosialita—para wanita, terutama kalangan nyonya Eropa yang merupakan istri ambtenaar (pegawai negeri Hindia Belanda) atau Ambtelijk (pejabat Hindia Belanda).
Rosihan Anwar menulis tentang kisah menarik ini dalam bukunya berjudul Sejarah Kecil "petite histoire" Indonesia yang terbit pada tahun 2004.
Sebelum kita melihat lebih jauh tentang kehidupan para nyonya Eropa, kita perlu melihat dulu kehidupan para pejabat negeri dan pegawai negeri Hindia Belanda.
Ambtelijk en Duiten Hierarchie adalah slogan yang paling tepat untuk menggambarkan pola kehidupan mereka di Hindia Belanda. Kehidupan hedonis para pejabat elit dan pegawai tidak akan lepas dari duiten atau uang.
Menurut Rosihan, dalam urusan duit, masyarakat Eropa di Hindia Belanda melangkah sendiri-sendiri, tak peduli lingkungan sekitar maupun kerabat kerjanya.
Semangat bekerja mereka hanya didasarkan pada kedudukan hierarkis dalam pekerjaan dan sejumlah uang yang mereka dapatkan.
Tentunya ini berpengaruh pada cara pandang para istri mereka atau yang kita sebut nyonya-nyonya Eropa dalam tulisan ini. "Kegemaran bergunjing alias gosip luar biasa di antara dames atau para nyonya," terus Rosihan.
Seperti halnya seseorang barones (ningrat) muda yang menikah dengan letnan akan jadi bahan cibiran di antara nyonya-nyonya pejabat militer lainnya. Sebegitu dipandang stand (peringkat sosial) dalam kehidupan nyonya-nyonya di Hindia Belanda.
Baca Juga: Gemerlap Para Nyonya Sosialita di Batavia Zaman VOC
Baca Juga: Bagaimana Imelda Marcos, Istri Diktator Filipina, Menjadi Ikon Ekses 80-an
Baca Juga: Riwayat Nyonya-nyonya Cina di Jawa, Narasi Sejarah yang Terlupakan
Baca Juga: Derita Orang Indo Dipandang Rendah oleh Eropa di Hindia Belanda
Selain kehidupan mereka yang hedonis, tidak sedikit juga para ambtenaar jarang membawa istri sah mereka ke Hinida Belanda, alias ditinggalkan di Eropa. Seperti halnya pegawai perkebunan yang lebih senang melibatkan nyai dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Kebanyakan para pejabat dan pegawai negeri Hindia Belanda lebih memilih nyai karena mereka tidak terlalu banyak meminta dan menuntut. Belum lagi, sikap nyai mudah diakomodir oleh para ambtenaar dan ambtelijk.
Alasan ini dapat ditebak bahwa dengan membawa nyonya mereka ke Hindia Belanda, hanya akan menghabiskan uang-uang yang didapatkan dari jerih payah kerja mereka. Dari sini juga sebagian kisah pergundikan di Hindia Belanda bermula.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | Sejarah Kecil La Petite Histoire Indonesia (2004) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR