Nationalgeographic.co.id—Dalam banyak cerita wayang, masing-masing tokoh wayang melakoni karakternya yang kuat. Bhatara Sambu atau Batara Sambo adalah salah satu tokoh wayang yang digambarkan kemuliaannya.
Dewasa ini, nama "Sambo" telah meramaikan jagat maya. Isu pembunuhan menyelimuti penokohan antagonis Sambo dalam kehidupan nyata. Kasus kejahatan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo lantas mengaburkan nama tokoh dan karakter Sambo dalam cerita pewayangan.
Ahmad Hidayatullah menulis dalam Islamic Communication Journal berjudul Reduksi Nilai-Nilai non-Tauhid dalam Kontruksi Wayang Karakter Batara Guru yang diterbitkan pada januari 2018.
Menurut Ahmad, dalam penokohan Wayang Purwa, Batara Sambo merupakan salah satu putra dari hasil pernikahan sang Bhatara Guru dengan Dewi Uma (Dewi Umayi). Dari pernikahan itu, "mereka melahirkan banyak putra," tulisnya.
Ki Ageng Kapalaye dalam Kamus Pintar Wayang (Dari Versi India Hingga Pewayangan Jawa) yang terbit di tahun 2010, menyebutkan sejumlah anak dari pernikahan Bhatara Guru dengan Dewi Uma.
Beberapa nama seperti Batara Sambo, Batara Brahma, Batara Indra, Batara Bayu, Batara Wisnu, Batara Ganesha, Batara Kala, Hanoman merupakan putra dari kedua pasangan itu. Sambo merupakan anak pertamanya.
Sanghyang Sambo bersemayam di kahyangan bernama Swelagringging dan argamilah. Ia digambarkan menikah dengan dua permaisuri: Dewi Susti dan Dewi Suwayono.
Pernikahannya dengan Dewi Susti melahirkan empat anak, yaitu Sambosa, Sambawa, Sambujana, dan Sambodana. Salah satu anaknya, Sambodana, menurunkan raja-raja nagari Lokapala.
Sambodana yang berjiwa pemimpin, agaknya diturunkan dari pendidikan ayahnya, sang Batara Sambo. Sambo dikenal dengan kemuliaannya. Wataknya dalam karakter pewayangan digambarkan penuh kejujuran dan tanggung jawab, hingga dapat dipercaya.
Ia selalu dimintai pendapatnya dalam hal merundingkan permasalahan-permasalahan yang cukup pelik. Kewibawaannya dan tutur katanya yang jujur membuatnya jadi tokoh tepercaya.
Source | : | Islamic Communication Journal |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR