“Banyak hal yang telah saya lakukan adalah yang pertama tetapi hanya seorang wanita yang pertama,” ujar Nelson dalam video North Face. “Memiliki ruang untuk menjadi wanita pertama sangat membantu dalam karier saya. Tetapi ketika saya mendengar atlet-atlet (wanita) berusia 25 tahun itu muncul, mereka tidak menginginkan disclaimer wanita itu lagi. … Sekarang kami sudah melewati itu. Kami melaluinya. Kami bisa melempar sekeras laki-laki.”
“Hilaree membuka jalan bagi wanita di dunia olahraga petualangan dengan penolakannya untuk memilih antara menjadi ibu dan karier atletiknya. Dia menunjukkan kepada kami bahwa kami bisa menjadi segalanya—mengikuti hasrat kami serta membesarkan keluarga,” kata Emily Harrington, seorang pendaki yang bergabung dengannya dalam ekspedisi Hkakabo Razi. “Dia melakukannya tanpa penyesalan dengan campuran keberanian dan keanggunan dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh seorang pemimpin sejati.”
Para pendaki gunung yang memiliki anak-anak sering kali aktivitasnya tidak disetujui karena mengambil risiko dengan meninggalkan keluarga di rumah, dan, dapat diduga, wanita menghadapi hadangan yang lebih besar daripada pria. Nelson tidak terhindar dari kritik karena melakukan ekspedisi serius sambil membesarkan dua putranya yang sekarang remaja, Graydon dan Quinn. Harrington ingat satu artikel yang keluar selama ekspedisi Everest 2012 mereka yang mempertanyakan pilihan Nelson sebagai seorang ibu dan membuatnya menangis.
Baca Juga: Perempuan Indonesia Mencapai Puncak Gunung Tertinggi Amerika Utara
Baca Juga: Turing di Himalaya, Melewati Salah Satu Jalan Motor Tertinggi di Dunia
Baca Juga: Mimpinya para Petualang dan Pertanyaan Membuncah dari Himalaya
Tetap saja, Nelson “tidak menyesal tentang kehidupan yang dia pilih,” kata Harrington. “Dia tahu bahwa dia mengambil jalan yang berbeda dari kebanyakan wanita. Dia memilih untuk menjadi seorang ibu pada saat Anda harus memilih antara karier atletik dan menjadi seorang ibu, dan dia menolak untuk memilih.”
Nelson terbuka tentang perjuangannya sendiri dengan keseimbangan —betapa beratnya meninggalkan anak-anaknya, dan bagaimana kehadiran mereka memengaruhi cara dia bergerak melewati pegunungan. Tetapi pegunungan tinggi adalah tempat dia merasa hidup, dan alih-alih berkompromi di kedua arena —pegunungan atau di rumah— dia dengan penuh semangat mengejar apa yang dia inginkan di keduanya.
Tubuh Nelson kini telah dikremasi ala Sherpa di Himalaya. Sejumlah teman dan keluarganya serta para biksu Buddha di Nepal menyalakan kayu bakar di pemakaman pemain ski ekstrem tersebut.
Meski kini tubuh Hilaree Nelson telah jadi abu, apa yang ia lakukan semasa hidupnya terus memercikkan inspirasi kepada banyak orang, terutama para wanita, soal keberanian, rasa cinta kepada gunung, serta semangat mendaki dan menjelajah yang menggebu.
Source | : | National Geographic,The Guardian,Outside |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR