Nationalgeographic.co.id - Saat Aleksander Agung mengembuskan napas terakhirnya, ia meninggalkan kekaisaran besar. Tidak hanya itu, kampanye militernya berhasil menciptakan interaksi budaya yang menarik minat para pengembara. Mereka pun membuat catatan perjalanan untuk membagikan pengalaman dan instruksi mengenai apa saja yang harus dikunjungi. Salah satu yang paling terkenal adalah patung Zeus di Olympia, bagian dari tujuh keajaiban dunia kuno. Sayangnya, mahakarya Phidias, pematung terbesar zaman kuno, itu mungkin dihancurkan di akhir zaman kuno. Meski tidak diketahui rimbanya hingga kini, legenda dan misteri mengelilingi sejarahnya yang berusia 1.000 tahun.
Phidias: pematung Ilahi
Bagi orang Yunani kuno, tidak ada pematung yang lebih hebat dari Phidias. Ia mengawasi pembangunan Acropolis Athena dan menciptakan patung Athena besar di Parthenon. Faktanya, Phidias menjadi pematung pertama yang berani membuat patung para dewa dengan emas dan gading.
Atas tuduhan penggelapan emas dan keangkuhan, ia terpaksa meninggalkan Athena untuk menyelamatkan diri. “Rupanya, Phidias menggambarkan dirinya di perisai patung Athena,” tulis Antonis Chaliakopoulos di laman The Collector.
Mungkin kemalangan inilah yang membawa pematung tersohor itu ke tempat suci Zeus di Olympia. Tempat suci itu berada di bawah perlindungan kota Elis. Melihat kesempatan itu, penduduk kota meminta Phidias untuk membuat patung Zeus yang tidak ada duanya. Sang pematung pun menyanggupinya.
Patung itu lebih besar dari yang dia buat di Athena, juga lebih megah. Ada magnet yang membuatnya terkenal dalam sekejap. Berabad-abad kemudian, Plinius yang Tua menulis bahwa tidak ada yang pernah bisa menyamai karya Phidias.
Deskripsi patung Zeus
Pausanias melihat patung setinggi 12 meter dengan matanya sendiri pada abad ke-2 Masehi dan menulisnya secara rinci. Ia mendeskripsikannya begini,
“Dewa duduk di atas takhta dan ia terbuat dari emas dan gading. Di kepalanya terletak karangan bunga yang merupakan salinan tunas zaitun. Di tangan kanannya ia membawa sebuah patung kemenangan yang terbuat dari gading dan emas. Patung kemenangan itu memakai pita dan di kepalanya juga terdapat karangan bunga. Di tangan kiri dewa ada tongkat kerajaan, dihiasi dengan segala jenis logam. Burung yang duduk di tongkat itu adalah elang. Sandal dewa juga terbuat dari emas, demikian juga jubahnya. Di jubah itu ada sulaman figur binatang dan bunga lili.”
Baca Juga: Athena, Dewi Perang Mitologi Yunani yang Lahir dari Dahi Zeus
Baca Juga: Adikarya Peradaban Yunani Kuno: Fakta, Arsitektur, dan Sejarah
Namun apa membuat Pausanias terkesan adalah tahta Zeus.
“Tahta itu dihiasi dengan emas dan permata, belum lagi kayu eboni dan gading. Di atasnya ada gambar-gambar yang dilukis dan gambar-gambar tempa. Ada empat Victory, dilambangkan sebagai wanita penari, satu di setiap kaki takhta, dan dua lainnya di dasar setiap kaki. Di masing-masing dari dua kaki depan dipasang anak-anak Theban yang diperkosa oleh sphinx, sementara di bawah sphinx Apollo dan Artemis menembak jatuh anak-anak Niobe.”
Menurut legenda, seseorang bertanya kepada Phidias apa yang mengilhami dia untuk membuat patung Zeus. Pematung itu menjawab dengan syair berikut dari Homer's Iliad (I.528-530):
“Dia berkata, dan mengangguk dengan alisnya yang gelap;
Bergelombang di kepala abadi dengan kunci ambrosial,
Dan semua Olympus gemetar karena anggukannya.”
Bahkan dengan kesaksian Pausanias dan kata-kata yang menginspirasi pematung, tidak mudah untuk membayangkan bagaimana rupa patung itu. Untungnya, gambar patung itu muncul pada koin Yunani dan Yunani-Romawi kuno, ukiran permata dan batu, lukisan vas, dan patung.
Patung karya Phidias itu kemudian menjadi referensi untuk penggambaran Zeus di kemudian hari. Sosok Zeus digambarkan sebagai sosok kebapakan tua dengan janggut dan rambut panjang.
Di depan takhta, penduduk Elis membuat kolam berisi minyak. Minyak melindungi patung dari kelembapan Olympia dan menjaganya agar selalu dalam kondisi baik.
Legenda seputar Patung
Bagi orang yang hidup di zaman kuno, patung Zeus lebih dari sekadar patung dan tujuh keajaiban dunia kuno. Bagi mereka, itu adalah versi dewa di bumi.
Bukan suatu kebetulan jika Pausanias menyebut patung itu sebagai “ὁ θεὸς” (dewa) dan bukan sebagai patung. Ini bukan hal yang tidak biasa di Yunani kuno dan Romawi.
Patung dewa dianggap sebagai perantara antara alam dewa dan manusia. Berbicara dengan patung Artemis, misalnya, adalah cara untuk berkomunikasi dengan sang dewi. Namun, patung Zeus lebih dari itu. Patung karya Phidias dianggap telah menangkap esensi ilahi.
Keyakinan ini diperkuat oleh legenda seperti yang mengeklaim bahwa ketika Phidias menyelesaikan patung, dia bertanya kepada Zeus apakah dia puas. Sebagai tanggapan, guntur jatuh dari langit dan membuka lubang di tanah. Sang dewa setuju. Kini, bagian lantai yang terkena petir itu ditutupi perunggu.
Dio Chrysostom, orator Yunani, menulis jika hewan melihat sekilas patung itu, mereka dengan rela menyerahkan diri kepada seorang pendeta untuk dikurbankan. Ia mengeklaim bahwa siapa pun yang berdiri di depan patung Zeus akan melupakan semua teror dan kesulitan yang menimpa nasib manusia.
Namun, beberapa menemukan kesalahan karya Phidias itu. Strabo menceritakan bahwa ukuran patung tidak sebanding dengan ukuran kuil. Konon, Zeus duduk dengan kepala hampir menyentuh atap. Apa yang terjadi jika dewa memutuskan untuk bangkit dan meninggalkan kuil? Strabo menjawab: “dia akan membuka atap kuil!”
Kaisar Caligula ingin membawa patung Zeus ke Romawi
Menurut sejarawan Romawi Suetonius dan Cassius Dio, Kaisar Romawi Caligula, ingin mengangkut patung Zeus ke Roma. Konon, kaisar yang terkenal gila itu berencana untuk mengganti kepala Zeus dengan kepala patungnya.
Menurut Suetonius, rencana itu batal setelah pembunuhan Caligula terjadi. Dia bahkan menulis bahwa ketika patung itu sedang dipersiapkan untuk dikirim ke Roma, patung itu meramalkan kematian kaisar. “Patung Zeus tiba-tiba tertawa terbahak-bahak sehingga perancah runtuh dan para pekerja bangkit. Segera seorang pria bernama Cassius muncul, menyatakan bahwa dia telah diminta dalam mimpi untuk mengurbankan seekor banteng untuk Jupiter,” tulis Suetonius.
Cassius Dio setuju dengan Suetonius. Baginya, bukan kematian kaisar yang mencegah pemindahan patung itu, tetapi murka dewa.
“Kapal yang dibangun untuk membawanya hancur disambar petir. Tawa nyaring terdengar setiap kali ada orang yang mendekat,” ungkapnya.
Baca Juga: Tujuh Hal yang Mungkin Belum Anda Ketahui soal Kaisar Romawi Caligula
Baca Juga: Kisah Dionisos, Anak Zeus Berkeliling dari Yunani sampai Asia
Jelas, cerita-cerita ini lebih berkaitan dengan legenda daripada kenyataan. Dalam narasi-narasi ini, patung itu digambarkan dengan jelas sebagai monumen yang begitu suci. Sehingga gagasan untuk mengangkutnya adalah keangkuhan.
Apa yang terjadi dengan patung Zeus?
Pada 391 Sebelum Masehi, Theodosius melarang pemujaan dewa-dewa pagan dan menutup semua situs pagan. Karena Olimpiade dilarang, Olympia tidak bisa lagi menjadi seperti dulu saat masa keemasannya.
Pada 408 Masehi, undang-undang baru meminta penghapusan patung kultus dari kuil mereka. Patung Zeus mungkin selamat dari gelombang kehancuran ini, tetapi tidak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi. Kebanyakan ahli berpendapat bahwa patung itu dipindahkan ke Konstantinopel, di mana kemudian hilang sekitar abad ke-5 atau ke-6.
Berkat statusnya sebagai keajaiban dunia kuno dan legenda yang disebarkan oleh para penulis kuno, patung Phidias tetap hidup melalui seni abad-abad berikutnya.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR