Nationalgeographic.co.id - Di Inggris Abad Pertengahan–sekitar abad ke-5 hingga abad ke-15, ketersediaan koin tidak sebanyak zaman sekarang. Alih-alih transaksi jual beli, pertukaran barang lebih umum dilakukan saat itu. Misalnya biji-bijian ditukar dengan telur. Uniknya, ada satu bentuk pembayaran yang menonjol dan mungkin dianggap aneh di masa sekarang. Itu adalah belut. Para penyewa menggunakan belut untuk membayar sewa mereka. Dilansir dari laman History Extra, lebih dari 540.000 belut dibayarkan kepada penguasa Inggris pada akhir abad ke-11
Jumlah belut yang berlimpah di Inggris selama Abad Pertengahan
Selama Abad Pertengahan, belut ditemukan berlimpah di seluruh Inggris, hidup di lautan, sungai, dan rawa-rawa.
Bagi sebagian orang, belut mungkin tampak menggelikan atau bahkan mengerikan. Namun, bagi orang Inggris di Abad Pertengahan, hewan ini adalah komoditas berharga di Inggris saat itu.
Hewan ini menjadi salah satu bahan makanan paling populer di Inggris pada Abad Pertengahan. Orang mengonsumsi lebih banyak belut daripada ikan air tawar atau laut. Selain harganya murah, belut juga mudah ditemukan.
Belut dikonsumsi dalam jumlah besar dan bisa ditemukan dalam beragam menu. Sebut saja pai hingga belut jeli.
Pai belut mungkin adalah hidangan berbahan dasar belut yang paling terkenal di Inggris, bahkan hingga kini. Sajian belut tetap populer di Inggris sampai tahun-tahun awal abad ke-20.
Beberapa laporan bahkan menjelaskan trik yang digunakan dalam perdagangan kuda. Belut hidup digunakan untuk membuat kuda tua lebih bersemangat.
Belut digunakan sebagai “mata uang”
Belut juga digunakan sebagai mata uang atau alat pembayaran populer. Belut biasanya ditangkap di musim gugur saat mereka bermigrasi kembali ke laut. Agar dapat bertahan lama selama berbulan-bulan, belut diasap, diasinkan, atau dikeringkan.
Namun, orang biasanya tidak memperdagangkan belut hidup atau belut mati yang masih mentah. Dalam kebanyakan kasus, belut diawetkan sehingga lebih mudah diangkut dan disimpan.
Belut perlu diawetkan sehingga sehingga dapat disimpan sampai sewa jatuh tempo.
Belut akan ditusuk pada tongkat, mirip seperti sate, untuk dijadikan sebagai alat pembayaran. Ketika ditusuk pada tongkat, belut menjadi lebih mudah untuk diangkut. 25 ekor belut dalam satu tongkat disebut stick. Sedangkan bind adalah sebutan untuk 10 ekor belut dalam 1 tongkat.
Baca Juga: Hidangan Favorit Abad Pertengahan, Daging Babi Hingga Fermentasi Ganja
Baca Juga: Misteri Manuskrip Abad Pertengahan: Mengapa Kesatria Memerangi Siput?
Baca Juga: Godly Butchery: Penyiksaan Terkejam dari Abad Pertengahan di Inggris
Selama abad ke-11, belut sering digunakan sebagai pengganti uang untuk membayar sewa. Tuan tanah akan menerima pembayaran dalam bentuk apa pun, termasuk jagung, bir putih, rempah-rempah, telur, dan yang terpenting, belut.
Pada akhir abad ke-11, lebih dari 540.000 ekor belut digunakan sebagai alat pembayaran setiap tahun. Para biarawan di Huntinghonshire memberikan 4.000 ekor belut untuk mendapatkan akses masuk ke tambang kapur. Bahkan di Lincolnshire, orang-orang desa membayar Earl Hugh of Chester 75.000 ekor belut per tahun untuk biaya sewa tanah.
“Sepanjang abad ke-13, belut sebagai alat pembayaran mendorong perekonomian di Inggris,” ujar Aimee Lamoureux di laman Grunge.
Setelah Black Death, belut mulai menurun pamornya. Daging menjadi lebih mudah tersedia karena semakin banyak orang yang mengubah lahan pertanian menjadi padang rumput. Permintaan akan belut pun turun. Pembayaran dengan belut terus menurun hingga sekitar tahun 1500, ketika praktik tersebut hampir hilang seluruhnya.
Beberapa keluarga memasukkan belut di lambang keluarga
Di Inggris, sebagian keluarga menerima belut sebagai alat pembayaran. Maka tidak heran jika keluarga tersebut diasosiasikan dengan belut selama berabad-abad.
Seiring waktu, kelompok-kelompok ini mulai memasukkan belut ke dalam lambang keluarga mereka. Ini menandai pentingnya hewan itu bagi keluarga tersebut.
Seiring berjalannya waktu, belut kehilangan pamornya meski sajian belut masih dapat dinikmati di Inggris.
Source | : | Grunge,History Hit,Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR