Temuan lain yang tidak kalah menarik dari makalah ini, gempa supershear bisa terjadi di bawah laut seperti yang terjadi di darat. Bahkan, besar kemungkinan bisa terjadi di sepanjang patahan strike-slip seperti yang menguntai dari Samudra Hindia dekat Pulau Sumatra dan Jawa.
Patahan strike-slip yang matang, atau ketika dua lempeng benua saling bergesekan, gempa supershear bisa sangat mungkin terjadi. Jika gempa itu terjadi di patahan yang matang, dampaknya berlangsung cukup lama sehingga membuat zona batuan rusak, dan memperlambat atau menghalangi perlambatan gelombang seismik, serta memusatkan energinya.
Sepertinya tragedi gempa supershear di Palu menjadi pemahaman kita bahwa bencana alam ini mengerikan. Akan tetapi, tidak semua gempa jenis ini bisa menimbulkan bencana. Sebab, bentuk patahan, batuan di sekitarnya, dan faktor lainnya bisa memengaruhi gelombang seismik untuk merambat, dan membatasi akumulasi energi.
Sesar yang melengkung cenderung memperlambat, membelokkan, atau menyerap gelombang seismik. Sementara, sesar lurus dapat membuat gelombang seismik melaju jadi goncangan yang cepat, terang Meng dan tim di rilis UCLA.
Meng menambahkan, untungnya gempa supershear di lautan lebih kecil kemungkinan terjadi untuk menciptakan tsunami. Namun, ada beberapa patahan yang lebih berbahaya seperti Patahan San Andreas yang sebagian besar lurus, dan bisa mengalami patahan yang lebih eksplosif daripada Sulawesi.
Para peneliti menyerukan perlu ada perencanaan mitigasi bencana yang mempertimbangkan patahan terdekat suatu kawasan, mampu menghasilkan gempa supershear. Jika besar kemungkinan patahan bisa terjadi, perlu ada langkah untuk mempersiapkan menghadapi tingkat guncangan dan potensi kerusakan yang lebih tinggi dari jenis gempa lainnya.
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR