Nationalgeographic.co.id—Pada 2 Agustus 2019, ada sebuah fenomena alam menarik yang terjadi di laut selatan Pulau Jawa. Peristiwa itu dinamakan lautan susu atau milky sea.
Lautan susu adalah fenomena langka berupa area bercahaya di permukaan laut yang dapat mencakup luas ratusan kilometer persegi. Fenomena ini misterius dan sulit dipahami. Oleh karena itu, para ilmuwan di Colorado State University (CSU) berusaha mencari tahu mengapa fenomena ini bisa terjadi.
Menurut mereka, apa yang kurang diketahui adalah pengamatan fotografis lautan susu yang diamati dari permukaan bumi dan dari luar angkasa pada waktu yang sama. Dalam makalah studi yang terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada Juli 2022, Steven Miller membandingkan pengamatan satelit dari peristiwa laut susu tahun 2019 di lepas pantai Jawa dengan bukti foto dari kapal layar Ganesha, kapal pesiar pribadi sepanjang 16 meter.
Miller adalah Profesor di Department of Atmospheric Science sekaligus Direktur Cooperative Institute for Research in the Atmosphere di CSU. Dia sebelumnya telah membandingkan pengamatan satelit dengan kisah-kisah dari pengetahuan maritim untuk mencoba memahami bagaimana misteri yang jarang ditemui di laut terjadi.
Saat fenomena lautan susu di perairan selatan Jawa terjadi, kapal pesiar Ganesha kebetulan berlayar di atas lautan susu itu pada saat yang bersamaan. Tidak yakin dengan apa yang mereka temui, salah satu awak kapal pesiar itu memberikan rekaman yang mencerahkan kepada CSU setelah mengetahui keahliannya dalam pengamatan satelit dan minat khusus Miller dalam menangkap gambar lautan susu dari luar angkasa.
Awak kapal Ganesha menggambarkan kondisi laut saat itu sebagai "ladang salju yang bercahaya." Lautan seperti menyala dalam gelap.
“Baik warna dan intensitas pancaran itu mirip dengan bintang/stiker yang bersinar dalam gelap, atau beberapa jam tangan yang memiliki bagian yang bercahaya di tangan… pancaran yang sangat lembut yang lembut di mata," kata kru kapal Ganesha, seperti dikutip dari situs resmi CSU.
Foto-foto GoPro dan smartphone dengan jelas menunjukkan cahaya lautan itu menyebar dari cakrawala ke cakrawala, bersinar melalui jalur kapal. Menurut kapten kapal Ganesha, cahaya itu tampaknya memancar dari kedalaman yang cukup dalam di bawah permukaan laut, mungkin sedalam 30 kaki.
Ember air yang diambil dari laut bercahaya berisi banyak titik cahaya yang stabil, bukan cahaya berkedip atau berkilau seperti bentuk bioluminesensi laut yang lebih umum terjadi dan teramati. Seperti yang dijelaskan secara singkat dalam makalah studi ini, ini menjelaskan beberapa hipotesis tentang penyebab fenomena lautan susu tersebut.
Beberapa hipotesis menyarakan femonena lautan susu sebagai bagian "permukaan licin" dari bioluminesensi. Namun pengamatan dari kapal Ganesha menunjukkan bahwa fenomena tersebut terjadi pada volume yang jauh lebih dalam. Ini memberikan informasi dan pertimbangan lagi bagi para peneliti yang mempelajari fenomena tersebut.
Dengan deskripsi awak Ganesha tentang pertemuan mereka, bersama dengan catatan pelacakan dan tanggal yang dilaporkan GPS, Miller dapat mencocokkan gambar satelit dari sensor Day-Night Band (DNB) pada satelit SNPP dan NOAA-20 NOAA.
Setelah mengumpulkan data satelit, Miller menemukan bahwa jalur Ganesha mencegat bagian selatan laut bercahaya tersebut. Meskipun jauh dari wilayah paling terang dari lautan susu ini, Ganesha masih berlayar melalui wilayah lautan yang cahayanya itu mudah dideteksi dari 500 mil di atas di luar angkasa.
Source | : | Colorado State University |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR