Sebanyak 80 karya seni asli dipamerkan di Botanical Art Gallery. Sementara cetak digital (faksimile) dari 40 karya lainnya dipajang di ruang setengah terbuka—People’s Gallery yang terletak di Tanglin Gate, Nassim Gate, Bukit Timah Gate, dan Green Pavilion di Botany Centre.
Para seniman itu menampilkan adikarya ragam puspa yang terbilang langka. Temanya pada ragam puspa asli Asia Tenggara, yakni tanaman asli yang berkembang alami di ekosistem atau habitat kawasan ini tanpa introduksi manusia. Habitat ragam puspa itu membentang dari Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Brunei, Singapura, Indonesia, Filipina, sampai Timor-Leste.
“Karya seni yang rumit seperti itu sangat penting untuk penelitian kebun raya sejak abad ke-19, dan masih demikian sampai hari ini,” Rodda menambahkan. “Kami berharap para pengunjung akan belajar lebih banyak tentang bagaimana seni dan sains bersatu untuk menjelaskan keanekaragaman tumbuhan di Asia Tenggara.”
Asia Tenggara merupakan wilayah yang memiliki pusparagam tumbuhan nan tinggi. Sekitar 50.000 spesies tumbuhan berbunga—atau sekitar 15 persen dari total dunia—bersemai di sini. Kawasan ini juga menmpati urutan ke empat dari 25 titik panas keanekaragaman hayati dunia (biodiversity hotspot).
Tumbuhan asli telah berevolusi bersama dan membentuk hubungan simbiosis dengan fauna asli. Mereka menyediakan nektar, serbuk sari, buah-buahan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai makanan bagi serangga, burung dan satwa lainnya.
Namun, sebagian besar flora asli Asia Tenggara terancam oleh populasi manusia yang terus meningkat. Konversi hutan ke pertanian atau perkebunan, urbanisasi, eksploitasi berlebihan, polusi, pengenalan tanaman eksotis yang berpotensi invasif, dan perubahan iklim.
Padahal, tumbuhan asli merupakan elemen penting dalam pemulihan habitat. Saat memulihkan habitat pesisir, spesies asli lebih cocok karena toleran terhadap paparan garam dan kondisi tanah.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR